Page 139 - qowaid
P. 139
QAWA’ID FIQHIYYAH
Menurut jumhur ulama muamalah itu tidak batal.
Namun menurut Imam Qaffal gadaian tersebut batal.
d. Kaidah
ْ
رِداَّنلِاب َلَ عِئاَّشلا ِبِلاَغلِل ُةرْبِعلا
َ
ِ
ِ
“Adat yang diakui adalah yang umumnya terjadi yang
dikenal oleh manusia bukan dengan yang jarang terjadi”.
Kaidah cabang ini menjelaskan bahwa kebiasaan atau
adat yang diakui merupakan kebiasaan yang terjadi
secara luas dan menyeluruh. Dari sini dapat kita ketahui
syarat terbentuknya adat adalah terjadi secara terus
menerus dan dilakukan secara luas. Sesuatu yang jarang
terjadi dan tidak dilakukan secara luas ini tidak dapat
dianggap sebagai adat. Itu karena adat yang dapat
dijadikan sebagai dasar hukum yakni adat atau kebiasaan
yang umumnya terjadi bukan yang jarang terjadi.
Contoh aplikasi kaidah ini adalah sebagai berikut:
1) Masalah persaksian. Seseorang tidak diterima
persaksiannya di depan hakim sebab adanya
permusuhan dengan yang akan disaksikan. Kebiasaan
seorang saksi yang demikian tidak mungkin memberi
kesaksian secara jujur disebabkan adanya
permusuhan.
2) Berkaitan dengan hak asuh anak (hadhanah). Ukuran
yang telah diterima sebagai kesepakatan bahwa hak
asuh anak (hadhanah) sampai berusia 7 tahun
manakala bayi dan anak-anak. Sebagaimana kebiasaan
yang berlaku untuk perempuan ketika berusia 9 tahun
sebab usia tersebut bermulanya syahwat dan adanya
had.
e. Kaidah
ْ
ْ
ً
اط ْ رَش ِط ْ و ُ رْشمل اَك اًف ْ رُع ُ ف ْ و ُ رْعملا
َ
َ
“Sesuatu yang telah dikenal karena ‘urf seperti yang
disyaratkan dengan suatu syarat”.
Maksudnya adat kebiasaan dalam bermuamalah
mempunyai daya ikat seperti suatu syarat yang dibuat,
meskipun tidak secara tegas dinyatakan, dan sesuatu yang
128