Page 140 - qowaid
P. 140
QAWA’ID FIQHIYYAH
telah dikenal (masyhur) secara ‘urf (adat) dalam sebuah
komunitas masyarakat adalah menempati posisi
(hukumnya) sama dengan sebuah syarat yang
disyaratkan (disebutkan dengan jelas), walau sesuatu itu
tidak disebut dalam sebuah akad (tsansaksi) atau ucapan,
sehingga sesuatu itu harus diposisikan (dihukumi) ada,
sebagaimana sebuah syarat yang telah disebut dalam
sebuah akad haruslah ada atau dilakukan. Namun dengan
syarat sesuatu yang makruf atau masyhur itu tidak
bertentangan dengan syariat Islam. 101
Contoh aplikasi kaidah ini adalah sebagai berikut:
1) Orang yang menyewa truk untuk mengangkut barang.
Bagi penyewa bebas menggunakan truk tersebut untuk
mengangkut barang apa saja yang ia kehendaki
meskipun pada waktu akad tidak disebutkan barang
yang akan diangkut asalkan barang yang diangkut
sesuai dengan kapasitas truk semacam itu. Berkaitan
dengan berat barang yang diangkut ini mengacu
kepada kebiasaan yang berlaku di daerah tersebut.
2) Seorang yang meminta teknisi kelistrikan untuk
memasang aliran listrik di rumahnya. Segala barang
kebutuhan yang berkaitan dengan kelistrikan ini
disediakan oleh pemilik rumah. Sehingga pemilik
rumah hanya memberi upah untuk biaya pemasangan
dan keterampilan kepada teknisi. Setelah tugasnya
selesai dikerjakan, pemilik rumah hanya memberi
upah Rp 25.000,-. Dalam hal ini tentu saja teknisi
tersebut komplain atas kekurangan upah yang
diterimanya. Seharusnya si pemilik rumah bertanya
kepada teknisi yang lain tentang berapa besaran upah
teknisi listrik yang biasa berlaku pada umumnya di
daerah tersebut. Seandainya yang biasa berlaku Rp
75.000,- maka si pemilik rumah harus memberikan
upah sesuai standar yang ada. Upah standar di sini
merupakan kesepakatan yang tidak tertulis di
masyarakat yang seharusnya diposisikan sebagaimana
kesepakatan tertulis atau kesepakatan yang sudah
berlaku dan dijalankan secara umum.
101 A. Djazuli, op. cit., hlm. 86.
129