Page 33 - qowaid
P. 33
QAWA’ID FIQHIYYAH
C. Periode Sahabat
Setelah Rasulullah SAW wafat, sahabat sudah tidak
memiliki tempat lagi untuk bertanya, baik kepada Allah SWT
maupun Rasulullah SAW. Al-Qur’an dan al-Hadits, sementara
itu, tidak lagi mampu memberi penyelesaian terhadap
sejumlah problematika baru yang terus muncul dan
berkembang. Demi menyelesaikan problematika yang terus
bergulir melalui petunjuk ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits
serta prinsip-prinsip hukum yang termaktub di dalamnya,
maka prinsip-prinsip dasar metode ijtihad menjadi satu
keniscayaan. Keperluan terhadap ijtihad lahir dari watak dan
kedudukan nash (al-Qur’an dan al-Hadits) yang dihadapkan
dengan realitas sosial yang semakin komplek dan dinamik.
Tanpa ijtihad, sulit rasanya membuktikan keyakinan bahwa
Islam sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.
Penggunaan ijtihad di kalangan sahabat ternyata sering
menimbulkan i’tiradh (pertentangan) dan ikhtilaf
(perbedaan).
19
Metode ijtihad di kalangan sahabat sendiri masih
sederhana, tidak memiliki rumusan yang sistematik dan
ilmiah. Penetapan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-
Qur’an dan al-Hadits terus berkembang hingga zaman tabi’in.
Hal ini menunjukkan bahwa ijtihad pada masa sahabat
terhenti hanya sebagai wacana.
D. Periode Tabi’in Dan Tabi’ut Tabi’in
Pada zaman Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in, itulah awal dari
adanya penulisan dan pembukuan ushul fiqh mulai abad ke-2
hingga abad ke-4 Hijriyah. Pada masa itu juga fiqh mulai
berkembang pesat. Setelah Rasulullah meninggal muncul
gerakan pemikiran di kalangan para sahabat yang
dipengaruhi oleh gerakan dan benturan politik. Dari situ
munculah dua kekuatan pemikiran besar yang menginsipirasi
19 Pembagian warith ukht (saudara perempuan), umm (ibu) dan jadd (kakek) di
kalangan tokoh sahabat ada lima pendapat. Pendapat Ibn Abbas, kakek yang berada
pada kedudukan ayah dan ibu mendapat 1/3 (sepertiga), dan saudara perempuan tidak
memperoleh bagian. Pendapat Abdullah Ibn Mas’ud, saudara perempuan mendapat
setengah bagian (½) dan ibu mendapat seperenam bagian (1/6) dan kakek mendapat
1/3 (sepertiga). Pendapat Zaid bin Thabit, ibu mendapat 1/3 (sepertiga), saudara
perempuan mendapat dua bagian dan kakek mendapat ¼ (seperempat). Pendapat
Uthman dibahagi tiga, Pendapat Ali b. Abi Thalib, saudara perempuan mendapat
setengah bagian (1/2), ibu 1/3 dan kakek 1/6.
22