Page 38 - qowaid
P. 38
QAWA’ID FIQHIYYAH
mata rantai daripada perkembangan pemikiran aliran Ahl al-
hadits dan aliran Ahl al-ra’y.
Meskipun pada masa itu terdapat berbagai Imam
mazhab, tetapi Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‘i lebih
mewakili, karena kedua imam ini merupakan kepanjangan
dari pemikiran antara Ahl al-ra’y dan Ahl al-hadits yang kerap
memunculkan pergolakan pemikiran yang sangat dinamik.
Imam Abu Hanifah sebagai wakil ulama Ahli al-ra’y, sedangkan
Imam Syafi‘i sebagai ulama Ahl al-hadits. Walaupun pada
mulanya Imam Maliki sebagai tokoh yang mewakili ulama Ahl
al-hadits pada masa perkembangan ijtihad, namun setelah
wafatnya, Imam Syafi‘i lah yang tampil mewakili ulama Ahl al-
hadits dan sekaligus sebagai tokoh ulama Hijaz pada masa itu.
Di samping itu kedua imam tersebut melahirkan metodologi
hukum Islam yang berbeda serta memiliki pengaruh yang
signifikan dalam perkembangan hukum Islam di pelbagai
belahan dunia Islam. Terbentuknya disiplin ilmu ushul fiqh
25
dengan empat masadir al-ahkam (al-Qur’an, al-Sunnah al-
ijma’ dan qiyas ) merupakan puncak prestasi yang luar biasa,
dan sekaligus menjadi titik tolak ushul fiqh dan fiqh pada
periode berikutnya. Di samping itu, lahir pula berbagai
manhaj istinbat yang menjadi titik tolak perkembangan ilmu
fiqh pada periode berikutnya, yang dikenali dengan periode
taqlid.
Dari dua kelompok diatas, maka lahirlah ushul fiqh dan
istilah-istilah fiqh. Kitab ushul fiqh yang mula-mula ditulis dan
dibukukan ialah kitab al-Risalah karangan Imam Syafi’i.
Selanjutnya, pada masa itu kegiatan ijtihad hanya bertumpu
pada ahli fiqh saja.
E. Periode Perkembangan Dan Pembukuan
Masa ini dimulai pada abad ke 4-13 H/ 10-19 M
ditandai dengan lahirnya kompilasi hukum Islam pada masa
Turki Utsmani. Dalam Tarikh tasyri’ disebutkan bahwa masa
ulama fiqh Ahl al-hadith, Madhhab Dawud al-Asfihani (370 H) dari golongan
Dawud al-Zahiri, Abu Ja‘far Muhammad b. Jarir terkenal dengan sebutan Imam al-
Tabari (310 H.), semula beliau Madhhab al-Syafi‘i dan belajar dengan Imam Malik
dan juga belajar fiqh Iraq, kerana kedalaman ilmunya beliau disebut mujtahid mutlak.
25 Kerangka berfikir Imam Abu Hanifah lebih banyak menggunakan akal dengan
metode istihsan, dan Imam Syafi‘i lebih banyak pada pendekatan teks dengan teori
qiyas, meskipun demikian kadang kala juga imam pendekatan teks dan imam Syafi’i
dengan pendekatan akal dan ini berlaku sedikit sekali.
27