Page 39 - qowaid
P. 39
QAWA’ID FIQHIYYAH
ini termasuk masa taqlid. Periode taqlid lahir sejak
pertengahan abad ke empat, (360-650 H) bertepatan setelah
terbentuknya al-madzahib al-arba‘ah sampai pada
pertengahan abad ke tujuh (650 Hijriyyah). Perkembangan
ilmu dalam pelbagai bidang telah mengalami tahap
kejayaannya, ditandai dengan lahirnya pelbagai pemikiran
ilmu, rumusan metode ijthad, pembukuan kitab-kitab,
perbincangan dan pengajaran di pelbagai tingkat. Di samping
itu, para imam mujtahid mampu memengaruhi pemikirannya
kepada murid-muridnya yang pada akhirnya membentuk
mazhab-mazhab tersendiri. Selain itu, muncul juga ta‘asub
antara masing-masing golongan, di mana setiap muslim
diharuskan mengikuti mazhab-mazhab fiqh yang telah ada di
kawasan mereka berada.
26
Perkembangan ilmu-ilmu fiqh pun akhirnya mulai
terhenti. Ulama-ulama pada waktu itu sudah merasa cukup
dengan berpegang pada karya-karya mazhab yang sudah ada.
Mereka membatasi ijtihad hanya pada persoalan-persoalan
furu’ (cabang). Setelah jatuhnya Baghdad pada pertengahan
abad ketujuh Hijriyyah (ke-13 Masehi), ulama-ulama fiqh
mazhab Sunni sepakat menutup ijtihad, karena dikhawatirkan
muculnya perselisihan pendapat yang semakin meruncing.
Akhirnya mereka merasa puas dengan eksistensi empat
mazhab yang terkenal itu saja.
27
Pada masa itulah terjadi persaingan kekuatan politik
dan pertentangan yang berlarut-larut antara umat Islam yang
berujung pada jatuhnya kekuasaan Daulah Abbasiyah atau
runtuhnya Baghdad ke tangan kekuasaan Hulaku Khan.
Situasi itu memengaruhi perkembangan ilmu fiqh sehingga
terjadi kemunduran yang terus menerus dari prestasi
kegemilangan yang telah dicapai pada periode sebelumnya.
Dorongan dari pemegang otoritas politik tidak banyak
diperoleh dari para khalifah Bani Abbas. Stabilitas politik yang
tidak mantap menyebabkan para Sultan dan Gubernur tidak
memberi perhatian dan kesempatan terhadap perkembangan
ilmu fiqh yang tidak semazhab dengan mazhab yang dianut
pemerintah. Pada kondisi semacam ini dapat dikatakan bahwa
situasi politik turut memberikan implikasi kepada para ahli
26 Muhammad Abu Zahrah (t.t), Tarikh Madhahib al-Fiqhiyyah, op.cit. hlm. 79.
27 Subhi Muhammad Mahmasani, (t.t.) op.cit., hlm. 143.
28