Page 41 - qowaid
P. 41
QAWA’ID FIQHIYYAH
Masa keemasan pembukuan kaidah-kaidah fiqh terjadi
pada abad 8 H. Pada abad ini, banyak muncul kitab-kitab
kaidah terutama di kalangan ulama Syafi’iyah. Selanjutnya
pada abad ke 9 H kaidah-kaidah fiqh tersebut disempurnakan
secara sistematis. Hal tersebut terlihat jelas dari kitab Al-
Asbah wa An-Nazha’ir karya Ibnu Mulaqqin (723-804 H/
1323-1402 M), atau kitab Al-Qawaid karya Abu Bakr Al-Hishal
(752-829 H/ 1351-1425 M). Pada abad ke 10 H merupakan
puncak keemasan pembukuan kaidah fiqh yang ditandai
dengan adanya kitab Al-Asbah wa An-Nazha’ir karya
Jalaluddin al-Suyuthi yang dalam sejarah dikatakan kitab
kaidah fiqh terbaik.
Pada masa-masa ini umumnya ulama menulis kaidah
fiqh dengan cara mengutip dan menghimpun kaidah-kaidah
yang terdapat pada kitab-kitab fiqh masing-masing mazhab.
Selain itu, mereka pun melakukannya dengan cara
mencantumkan kaidah-kaidah fiqh dalam kitab fiqh, yaitu
ketika mereka mencari illat dan men-tarjih suatu pendapat.
Seperti contoh penjelasan dari Al-Juwaini (478 H) mengenai
pelaksanaan shalat bergantung pada kemampuan seseorang.
َ
ُ ُ
ْ
.ُهْنَع ز ْ وُجْعملاب طقْسَي َ لَ ِهْيلَع ر ْ وُدقملا َّنإ ِ
َ ِ
َ
ِ
“Sesuatu yang bisa dilakukan tak bisa gugur karena ada yang
tidak dapat dilakukan.”
Perkembangan selanjutnya kaidah tersebut berbunyi:
ُ ُ
.ر ْ وُسْعملاب طقْسَيلَ َ ُ ر ْ وُسْيملَا
ِ
ِ
“Sesuatu yang mudah dilakukan tidak gugur dengan adanya
yang sulit dilakukan.”
Contoh lain pada kitab Badai Shana’i karya Al-Kasani
Al-Hanafi (587 H) dan juga An-Nawawi (676 H) dalam
kitabnya Al-Majmu’ yang sering menghubungkan ketetapan
hukum berbagai masalah dengan kaidah fiqh.
ْ
.ِكَّشل اب ُلاَزُيَلَ ُنْيِقَيلَا
ِ
“Kesulitan mendatangkan kemudahan.”
Melihat kaidah-kaidah fiqh yang dikemukakan oleh
para ulama di atas, menunjukkan bahwa kaidah-kaidah fiqh
baik yang tercantum dalam kitab fiqh maupun yang telah
dibukukan dalam kitab kaidah, sangat berpengaruh terhadap
pembinaan hukum Islam.
30