Page 71 - qowaid
P. 71
QAWA’ID FIQHIYYAH
Dari kaidah cabang ini terdapat beberapa contoh,
antara lain:
1) Orang shalat jenazah dengan niat menyolatkan mayit
laki-laki, kemudian ternyata mayitnya perempuan, atau
sebaliknya, maka shalatnya tidak sah. Demikian pula
kalau dalam niatnya disebutkan jumlah mayit, dan
ternyata jumlahnya tidak cocok, maka shalatnya tidak
sah dan harus diulang.
2) Seseorang yang berniat makmum kepada Ustman,
namun ternyata yang menjadi imam adalah Ali, maka
shalatnya tidak sah.
3) Seseorang yang niat puasa pada malam rabu untuk
puasa hari kamis, maka puasa orang tersebut tidak sah.
g. Kaidah
ُ
ُ
َّ
َ
ٌلِطْبُم ِهْيِف أطَخلاَف ُ ض ُْ رعتلا ِهْيِف طرَتْشُيامو
َ
َ
َ َ
“Suatu amal yang disyaratkan penjelasannya, maka
kesalahannya membatalkan perbuatan tersebut”
Maksud dari kaidah cabang tersebut, jika suatu amal dalam
pelaksanaannya disyaratkan menjelaskan niatnya, maka
suatu amal perbuatan tersebut menjadi batal apabila
terdapat kesalahan dalam menjelaskannya.
Berikut contoh-contoh dari kaidah tersebut:
1) Orang menjalankan shalat duhur dengan niat shalat
Ashar, puasa arafah dengan niat puasa asyura,
membayar kafarat pembunuhan dengan niat kafarat
dhihar, kesemuanya tidak sah. Hal itu karena antara
shalat duhur dengan niat shalat Ashar, puasa arafah
dengan niat puasa asyura, membayar kafarat
pembunuhan dengan niat kafarat dhihar memiliki
kesamaan baik bentuk maupun sifatnya. Oleh karena itu
harus dibedakan dan dipastikan dengan niat.
2) Dalam shalat sunnah harus ditentukan niatnya. Seperti
pada shalat sunnah rawatib baik shalat sunnah qobliyah
maupun ba’diyah.
60