Page 66 - qowaid
P. 66

QAWA’ID FIQHIYYAH



                          4.  Bidang Jinayah
                                 Barangsiapa  berniat  meng-ghasab  (merampas)
                           harta milik orang lain, lalu ia urungkan melakukannya,
                           namun  harta  tersebut  kemudian  rusak  di  tangan
                           pemiliknya, maka ia tidak dianggap sebagai peng-ghasab
                           (perampas)  dan  tidak  dikenai  kewajiban  mengganti,
                           meskipun  ia  secara  lugas  menyatakan  diri  berniat
                           melakukan hal tersebut.

                     E. Kaidah Furu’iyyah

                              Beberapa kaidah yang merupakan cabang dari kaidah
                                       ُ
                            ِ
                                 ِ
                       اَهِدصاَقِمب  ُ ر ْ وُملأا antara lain:
                       a.  Kaidah
                                          َْ
                                                                ْ
                                                                       ُ
                             يِناَبملاو ِظاَفللأِل يِناعملاو ِدصاَقملِل ِد ْ وــقُعلا ىِف ُةرْبِعلا
                                                           ِ
                                                                                 َ
                                                               َ
                                    َ
                                                       َ
                                                  َ
                          “Pengertian  yang  diambil  dari  sesuatu  tujuannya  bukan
                          semata-mata kata-kata dan ungkapannya”
                                 Maksud dari kaidah ini adalah tujuan dan maknanya
                          yang  menjadi  tujuan  di  dalam  suatu  akad,  bukan  lafadz-
                                                  68
                          lafadz atau ucapannya.  Apabila dalam suatu akad terjadi
                          suatu  perbedaan  antara  niat  atau  maksud  si  pembuat
                          dengan  lafadz  yang  diucapkannya,  maka  harus  dianggap
                          sebagai suatu akad yaitu dari niat atau maksudnya, selama
                          yang demikian itu masih dapat diketahui.

                                 Berdasarkan  kaidah  cabang  tersebut,  Ibn  Rusyd
                          dalam     kitabnya    al-Muqaddimat      Wa    al-Mumhidat
                                                                                  َ
                          menjelaskan  dengan  lafadz  kaidah   يِه  امَّنإ  ماَكْحلأا(
                                                                        َ ِ
                                                                  َ
                                  ْ
                               َ َ
                          )يِناعملِل  Bahwasannya  hukum-hukum  adalah  untuk
                          makna-makna, artinya yang dianggap dalam akad adalah
                          tujuan-tujuan dan makna-makna dan bukan lafadz-lafadz
                          serta bentuk-bentuk ucapan.
                                                        69
                                 Dari  kaidah  cabang  ini  terdapat  beberapa  contoh,
                          antara lain:



                   68  Ali Ahmad al-Nadwi, hlm. 64.
                   69  Ibrahim Muhammad Mahmud al-Haririy, hlm. 77.
                                                   55
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71