Page 68 - qowaid
P. 68
QAWA’ID FIQHIYYAH
berubah menjadi ibadah yang bernilai pahala. Banyak
70
sekali masalah-masalah yang berkaitan dengan kaidah ini.
Masalah tersebut akan bernilai pahala jika dalam
pelaksanaannya disertai niat. Namun sebaliknya jika dalam
pelaksanaannya tidak disertai dengan niat, maka tidak
akan bernilai pahala atau ibadah.
Dari kaidah cabang ini terdapat beberapa contoh,
antara lain:
1) Kegiatan sehari-hari seperti makan dan minum.
Kegiatan ini akan bernilai pahala jika dalam
pelaksanaannya mengharap kepada Allah disertai niat.
Namun sebaliknya jika dalam pelaksanaannya tidak
disertai dengan niat, maka hal tersebut merupakan
kebiasaan seseorang dan tidak akan bernilai pahala.
2) Orang tidak makan dan minum mulai terbitnya fajar
hingga terbenamnya matahari. Apabila dalam
melakukan perbuatan tersebut tidak disertai niat, maka
perbuatan itu tidak akan bernilai pahala. Beda halnya
jika disertai niat puasa sunnah misalnya maka
perbuatan tersebut tentu akan bernilai pahala.
3) Seseorang yang memberikan kursus bahasa Inggris.
Pertama, ia mengajari orang lain yang belum bisa bahasa
Inggris dengan niat menyebarkan ilmu dan niat karena
Allah, maka dengan niatnya tersebut ia mendapatkan
pahala. Kedua, ia mengajari orang lain hanya karena
ingin mendapatkan imbalan/ upah saja dari hasil
kursusnya tanpa mempertimbangkan keadaan orang
yang diberikan kursus apakah sudah bisa atau belum.
Maka dalam hal ini ia tidak mendapatkan pahala.
c. Kaidah
َ
ِةَيِنلا ِد َّ رجُمب ِهِلْصَٔا ْ نَع ُلِقَتْنَي َ لََف ٌلْصَٔا ُهل َناَك ام ُْلُك
َ ِ
َ
“Setiap perbuatan asal/pokok, maka tidak bisa berpindah
dari yang asal karena semata-mata niat”
70 Imam Musbikin, Qawa’id Al-Fiqhiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),
hlm. 44.
57