Page 70 - qowaid
P. 70
QAWA’ID FIQHIYYAH
“ Apabila berbeda antara apa yang diucapkan dengan apa
yang ada dalam hati, maka yang dijadikan pegangan adalah
apa yang ada dalam hati”
Berdasarkan kaidah tersebut, jika terjadi perbedaan antara
sesuatu yang diucapkan dengan sesuatu yang ada ada di
dalam hati, maka yang dijadikan pegangan adalah sesuatu
yang ada di dalam hati. Segala perbuatan yang diucapkan
tidak ada nilainya di hadapan syara’ tanpa disertai niat di
hati. Namun sebaliknya, meskipun tidak diucapkan melalui
lisan akan tetapi terdapat niat di dalam hati maka hal ini
sudah memadai dan bernilai di hadapan syara’.
Dari kaidah cabang ini terdapat beberapa contoh, antara
lain:
1) Apabila dalam hati berniat mandi karena hadast besar,
sedangkan yang diucapkan adalah mendinginkan badan,
maka mandinya tetap sah.
2) Seseorang yang berniat shalat dhuhur di dalam hati,
namun lidahnya mengucapkan shalat ashar, maka tetap
sah shalatnya sesuai apa yang diniatkan dalam hati.
f. Kaidah
ُ
ً َ
َ
ْ
َّ
ُهنَّيَعاَذِا ًلْيصفَت ُهُنْييْعَت طرَتْشُي َ لَو ةلْمُج ُهل ُ ض ُْ رعتلا ُبجَيامو
َ
ِ
َ
ِ َ َ
َ
َ
ِ
َ
َ َ
ٌّرَض أطْخأو
َ
“ Suatu amal yang (dalam niatnya) harus disebutkan secara
garis besar dan tidak harus terperinci, karena apabila
disebutkan secara terperinci dan ternyata salah maka
kesalahannya membahayakan”
Berdasarkan kaidah cabang ini apabila seseorang
menyebutkan ta’yin yang diwajibkan secara menyeluruh
(global), akan tetapi tidak disyaratkan secara terperinci
(tafsil). Namun, jika ta’yin tersebut yang seharusnya
dilakukan secara menyeluruh dan ketika disebutkan secara
terperinci (tafsil) ternyata salah, maka kesalahan tersebut
membahayakan serta menyebabkan rusaknya sebuah
amal.
59