Page 127 - THAGA 2024
P. 127
“Gak. Udah selesei. Minta maaf sini kamu! Kamu kudu
minta maaf pokoknya! Yaudah kalo gak mau minta maaf. Aku
tidur saja. Aku gak mau lanjutin baca novelnya.”
“Iya iya minta maafaku. Maaf, ya Anak baik. Sudah? Egomu
terpuaskan?”
“Bukan gitu. Aku gak pernah nuntut orang minta maaf.
Kamu ikhlas minta maafnya? Aku punya alasan kenapa aku
maksa kamu minta maaf. Mau denger?”
“Emang kenapa?”
“Sebentar masih atur kalimat.” Inka menjeda suara. “Jadi
selama ini aku enggak pernah dapet kata ‘maaf’ yang layak
dari orang yang sudah menyakiti, selama bertahun-tahun aku
selalu jadi pihak yang selalu ngalah. Ambil perumpamaan
gini, ada orang yang menusukmu dengan pisau dan kamu
berdarah, tapi justru kamu yang minta maaf karena darahmu
menetes ke bawah dan mengotori sepatunya. Kalau aku protes
dikit aja, aku gak nyaman dalam dengan kondisi seperti itu
maka berikutnya aku akan diperlakukan dalam silent treatment
berminggu-minggu. Sampai ujung-ujungnya malah aku yang
minta maaf. Alasannya simple, orang-orang itu lebih takut
egonya jatuh daripada kehilangan aku. Dengan seringnya
perlakuan seperti itu, jujur aku udah enggak punya energi lagi
untuk mempertahankan apa-apa. Aku enggak bisa memegang
tali dengan baik. Jadi maaf kalau aku maksa banget nurunkan
ego-mu. Bukan karena demi memuaskan ego-ku, bukan. Justru
aku mau kamu jadi pihak yang lebih kuat hatinya, karena aku
enggak bisa kuat. Besok-besok kalo ada apa-apa sama kita,
aku enggak bisa janji bertahan. Kapal ini butuh nahkoda yang
kuat, dan penumpangnya harus bisa diyakinkan kalo rasa
kehilangan si nahkoda itu harus lebih besar daripada ego-nya
THAGA 119
GALGARA