Page 170 - THAGA 2024
P. 170
“Aluamah, Mutmainah, Amara, Supiah ewangono aku, aku
kerjo ngelakoni kabecikan,” rapalku. Semoga dalam pekerjaan
kali ini godaan si A’war dan kawan-kawannya dapat aku
tundukan.
Sesampai di jembatan layang Arjosari, aku mengambil jalur
bawah untuk menuju arah terminal Arjosari. Di jalan ini mulai
dipadati kendaraan sebesar Optimus Prime bermuatan serta
bis-bis AKAP, tak ketinggalan angkot warna biru yang lebih
dikenal dengan sebutan mikrolet oleh warga sekitar dengan
kode trayek khas seperti AG, ADL, AL dan lainnya yang ngetem
di bahu jalan untuk memetik penumpang. Setiba di pintu keluar
terminal yang berada di seberang jalan, kendaraanku terus
melaju hingga penghabisan ujung jalan lalu tanganku lincah
memutar kemudi untuk melakukan manuver melintasi u turn.
Sekitar 10 detik kemudian, aku tiba di hotel merah putih alias
pom bensin. Segera kuparkir kendaraan lalu melangkahkan
kaki menuju mushola dekat toilet.
Di atas sajadah merah jambu seorang wanita berumur
sekitar 30an sedang duduk bersimpuh. Jilbab abu-abu yang
menyelimuti kepalanya sudah tampak bergeser sana-sini. Tunik
hitam dengan corak bergaris vertikal putih yang dikenakannya
sudah basah karena lelehan air mata. Wanita yang seharusnya
sudah duduk di depan meja seorang mediator mendadak
memutar haluan dan lebih memilih menghindari pertemuan.
Padahal di situ awal dari nasib anak dan status pernikahannya
akan segera ditentukan.
“Assalamualaikum, Nab.” Salam sapaku mengawali
jemputan temu.
“Walaikumsalam, Mas Gal. Kenapa lama sekali?” balasnya
tersengal dengan raut muka kusut Masai sembari merapikan
tudung kepalanya. Meski dia berusaha. Menyembunyikan
162 THAGA
GALGARA