Page 172 - THAGA 2024
P. 172
apa tentang pernikahan yang sampai hari ini kamu yakini
kebenarannya?” tanyaku memecah hening dengan pertanyaan
diluar topik masalah.
“Apa, ya, Mas? Lagi buntu nih pikiran saya. Yang ada di
depan mata sekarang hanya semua yang dibangun selama
ini bakalan hancur. Sia-sia dan sakit yang tak berujung entah
sampai kapan,” jawabnya dengan nada ditekan menyesak.
“Kalo Mas Gal sendiri apa?” Kedalaman matanya mulai
menunjukkan nyala kehidupan.
“Kalo aku jujur percaya gak percaya sama mitos tentang
Masa depan jodohku yang pernah disampaikan penjual pentol
di lereng Gunung Penanggungan,” jawabku menggantungtanpa
penjelasan lebih lanjut untuk melihat respon ketertarikannya.
Bulatan manik cokelat matanya melebar. “Ehm. Emangnya
kalo boleh tau apa yang disampaikan penjual makanan itu,
Mas?”
“Jadi kala itu malam satu suro saat aku baru turun dari
mendaki puncak Gunung Penanggungan. Saat aku turun dari
puncak malam hari, aku bertemu pendaki yang penampilannya
seperti bukan pendaki tapi seperti pertapa. Aku bertanya dia
naik sama siapa tapi dia hanya diam. Segera aku sodorkan
sebotol air mineral lalu bergegas meninggalkan. Sesampai
di base camp, hanya ada beberapa orang saja sebab jarang
ada pendaki yang naik pada malam satu suro, kecuali hanya
rombonganku yang terdiri atas tiga orang. Salah satu orang
yang ada di base camp adalah bapak penjual pentol.
Keanehan kedua, bapak ini aneh, di saat tengah malam
banyak orang menarik selimut di dinginnya malam daerah
Trawas, dia malah jualan pentol puyuh kesukaanku. Nah
ini yang agak lain, saat aku dan teman-teman pendakianku
berdiri mengerubung gerobak untuk mendapat kehangatan dan
164 THAGA
GALGARA