Page 200 - THAGA 2024
P. 200
Pukul 11 malam kami masih juga terjaga, sedangkan di
luar sana hujan mereda, berganti rintik senyap. Sebuah pesan
singkat masuk ke gawaiku, Sayang sudah pulang? WA dari
Rina yang tentu aku respon sebaik mungkin.
“Mas Gal tanya, dong! Ada gak, sih, cara biar sidang
perceraiannya cepet gitu. Biar gak berlarut-larut. Lelah mental
health saya.”
“Masih kepikiran, ya? Ya, bisa, Nab, verstek tadi. Caranya
ya bilang ke suamimu jangan boleh datang. Cuman suamimu
kan pake kuasa hukum juga, sepengalamanku jika begitu itu
biasanya nego soal nafkah anak. Dan kamu harus legowo kalo
putusan yang kamu ajukan itu gak sesuai.”
Tak terasa obrolan kami terus mengalir. Hingga kira-kira
pukul 1 dini hari, mata kami berdua mulai redup. Nabila meminta
izin matikan lampu saja karena dia tak bisa tidur dengan lampu
masih menyala. Kecuali dengan penutup mata mungkin bisa
terlelap. “Begitu juga aku Nab, selalu matikan lampu jika
istirahat.”
“Kalau begitu, Mas Gal, ayo istirahat, sudah malam. Tidur di
sampingku saja, jangan di sofa. Kesehatanmu, Mas!” serunya
halus. “Oiya, ke depan kalau Mas Gal butuh bantuan apa pun
berkabar saja jangan sungkan. Selagi saya bisa bantu, pasti
saya bantu.”
Sinyal positif pikirku, aku pun mematikan ponsel lalu
berbaring di sampingnya. Aku bertanya padanya apa orang
tuanya tidak khawatir, jika dia tidak pulang? Dia jawab, ketika
menitipkan anak tadi sudah pamit ke orang tuanya kalau bakal
sidang, lalu menginap dengan teman. Makanya dia santai saja
saat tahu hujan dan tidak bisa pulang malam ini.
“Sebenernya pengen sekalian ngajak Mas Gal staycation ,
192 THAGA
GALGARA