Page 197 - THAGA 2024
P. 197
“aktivitas romantis” dengan mantannya sebelum menikah,
selalu mendapatkan ritme tinggi dan dia mendapatkan puncak.
Tetapi Nabila tidak mendapatkan hal ini dari suaminya. Dan
“aktivitas romantisnya” pun cukup monoton.
Mungkin karena gejolak “aktivitas romantisnya” yang tinggi,
tetapi tidak terpenuhi, Nabila menjadi liar dan uring-uringan.
Dan dia tidak bisa mendapatkan itu dari suami karena suami
lebih memilih orang lain daripada Nabila untuk mendapatkan
puncak itu. Setelah Nabila terbuka atas kehidupan pribadinya,
kami saling berandai-andai jika saja bisa saling mengisi.
Di tengah perbincangan, aku juga menjelaskan topik
terakhir kepada Nabila tentang spiritual. “Jadi di kepercayaan
kita, menikah merupakan salah satu ritual keagamaan. Itulah
mengapa disebut bahwa menikah adalah penyempurnaan
dalam agama dan menikah karena Tuhan. Dan pada umumnya
pernikahan itu diselenggarakan oleh lembaga keagamaan.
Seagama belum tentu seiman, dan yang seiman belum tentu
sama ritual dan pandangan dalam beragama. Yang seritual
juga belum tentu sama pemaknaannya terhadap pernikahan.
Misal memahami poligami. Oleh sebab itu, bisa jadi kita dan
pasangan bisa jadi seagama, seiman, dan ritual ibadahnya
sama, tetapi konsep tentang kehidupan berpasangan dan
berumah tangganya berbeda. Jadi perlu toleransi. Sampai sini
bisa dipahami, Nab?”
“Bisa, Mas Gal. Bener juga. Meski sama sama belajar
tapi pemahaman dan pemaknaannya bisa berbeda.” Dia terus
melemparkan pandangan kenesnya ke arahku.
Hingga jingga sore tenggelam ke peraduan, aku dan Nabila
belum beranjak pada resto ini. Kami menikmati sore dan Nabila
mengajakku berswafoto sebagai kenang-kenangan. Aku tak
THAGA 189
GALGARA