Page 444 - THAGA 2024
P. 444
seseorang,” ujarnya yang segera berhambur ke kamar mandi
dengan membawa baju ganti dan gawai.
Aku yang melihat jar kosong, segera berinisiatif mengisi
pada dispenser yang disediakan oleh hotel. Setelah terisi,
selanjutnya aku mengisi pemanas air untuk membuat dua
cangkir kopi sachet Nescafe classic bawaan hotel. Sembari
menunggu asap kopi agak tipis kepulannya, aku duduk
menghadap jendela yang menampakkan lalu lalang kendaraan
di jalanan Sidoarjo -Surabaya.
Pikiranku pun mengambang, “Andai dulu aku gak
memilih memasuki gua gelap, mungkin aku gak terjerumus
semakin dalam kedalaman pekatnya gelap. Kini, semua
tinggal penyesalan. Untuk kembali begitu berat, tapi semakin
melangkah maju maka diriku semakin berlumur dosa yang tak
ada ujungnya.”
“Nonton apa, Mas Gal? Kok saya perhatikan dari
tadi kayaknya ada yang dipikir,” tanya Nabila yang sudah
menyelesaikan urusan di kamar mandi. Aroma wangi parfumnya
jasmine yang terhidu cukup dewasa. Nabila duduk di sampingku,
mata teduhnya turut memandang lalu lalang kendaraan.
Aku menghela napas. Kusesap tipis kopi yang cukup
pahit. “Nab, kamu inget gak dulu pernah ngomong ke aku
kalau sewaktu-waktu aku butuh bantuan, jangan sungkan buat
ngomong ke kamu? Nah, kayaknya kali ini aku butuh bantuan
itu, Nab.”
“Oh iya, Mas Gal, inget, kok. Ada yang bisa saya bantu?
Selagi saya bisa, pasti saya bantu, Mas.” Nabila memandang
wajahku yang kini aku pasang gelisah.
“Ini agak berat, sih, Nab, tapi aku berharap kamu bisa. Aku
mau nawarin jasa ke kamu, aku ada keperluan mendesak yang
harus aku tanggung.”
436 THAGA
GALGARA