Page 567 - THAGA 2024
P. 567
“Selamat pagi, Pak Galang? Suntik ya, Pak. Ini dapat anti
biotik dan anti nyeri lagi. Bisa minta tolong disebutkan nama
lengkap dan tanggal lahirnya, Pak?” perawat rumah sakit
dengan baju scrub warna hijau tosca menuju ranjang Al yang
masih terduduk rebah seorang diri. Tangannya yang dibalut
handscoon putih cekatan melakukan injeksi pada tangan kanan
Al yang sudah teraplikasi selang infus.
“Galang Anggara, 32 April 1991, Suster,” jawab Al yang
raut wajahnya kembali harus menahan rasa ngilu kala cairan
anti biotik untuk kesekian kalinya disalurkan pada selang infus,
dilanjutkan cairan anti nyeri yang lebih pekat.
“Maaf, agak sakit, ya, Pak. Pagi ini dokter akan menjelaskan
hasil pemeriksaan tempo hari, ya, Pak. Nanti bapak juga bisa
menjelaskan keluhan yang bapak rasakan.”
“Iya, Sus.” Mata Al terpejam menahan rasa sakit yang
mendera. Wajahnya masih tak menampakkan cahaya, masih
kusam, lesu dan tak lagi ada semangat.
“Sudah, Pak. Jika nanti butuh bantuan bisa tekan bel, nanti
saya segera datang.” “Terimakasih, Suster,” ucap Al sopan.
Tangan kanannya kembali harus menahan ngilu pada pembuluh
darah. Tangan kirinya kini segera menyahut gawai yang ada di
meja nakas sebelah kiri ranjangnya.
Pagi ini masuk dua pesan panjang yang membuat Al
mengernyitkan dahi kala membacanya. Satu dari Inka dan satu
lagi dari Ester. Al merasa karma tak juga berhenti mengintainya.
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, kini dia kembali dibuat
tersungkur kala akan berdiri dengan banyak luka disekujur
tubuh ringkihnya.
Al pilih membaca dulu pesan dari Ester, sang istri. Dari
semalam dia bertengkar hebat dengan Ester meski hanya
melalui pesan singkat.
THAGA 559
GALGARA