Page 63 - THAGA 2024
P. 63
makanan kesukaanmu, ya?” Terkadang Inka juga ikut gak
waras dengan kondisi yang harus mereka jalani.
“Terimakasih, aku cukup makan sekali.” Tatapan mereka
bersirobok meski dibatasi oleh kedua layar gawai. Biji mata Inka
berwarna cokelat jati mengkilat seperti dipernis, memandang
hangat Al. Tatapan wanita paling tulus kata Al.
Inka bersyukur melihat Al menjalankan perintah Tuhannya,
bahkan menauladani tuntunan nabinya, salah satunya memiliki
sifat irit dan minimalis yang dicontohkan sebagai hidup zuhud.
Bahkan apartemen miliknya hanya diisi barang secukupnya.
Bisa dihitung jari. Namun itu semua karena dia juga tidak
nyaman dengan banyaknya barang, dia bisa pusing melihat
banyak barang.
“Jadi sudah sampe mana? Catatan satu, ya?” tanya Inka
sembari membesarkan layar gawai yang menampakkan zoom
wajah Al. Masih bersih tanpa bulu, diam-diam Inka mendamba
tumbuhnnya rambut pada bagian tertentu wajah Al.
“Ya.”
“Terus berkarya sampai engkau lupa rasanya terluka. Terus
mencintai sampai engkau lupa caranya membenci. Teruslah
berkarya Al, suatu saat orang akan mengenalmu karena karya-
karyamu bukan masa lalumu. Karena pada akhirnya semua
orang akan sadar bahwa gak ada yang sempurna,” kata
Inka dalam hati. Diam-diam dia berjanji akan terus menjadi
seseorang yang ada disamping Al. Inka akan menjadi panasea
atau obat mujarab untuk segalajenis penyakit bagi Al. Selalu.
Hanya dia yang bisa membuat Al merasa cukup.
Meski ini semua merupakan perjudian bagi Inka. Dia harus
mempertaruhkan segalanya untuk mendapatkan Al. Dia tak
pernah tahu, yang dipertaruhkan sebanding atau tidak dengan
THAGA 55
GALGARA