Page 71 - EBOOK_Peribahasa Jawa Sebagai Cerminan Watak Sifat dan Perilaku Manusia Jawa
P. 71
Manusia dalam melakukan komunikasi memanfaatkan simbol-simbol
sebagai cara penyadaran kelompoknya (Cassirer, 1987: 34). Simbol
komunikasi dapat berupa gerak, bahasa, yang dapat mewakili ungkapan
manusia dalam komunikasi.
Simbol inilah yang melatari keberadaan manusia dalam proses kehi-
dupannya. Proses kehidupan itu tiada lain adalah aktivitas budaya di
Iingkungannya.
4.2 Manusia Jawa dan Aktivitas Budaya
Aktivitas budaya manusia di lingkungannya sering diukur dari
pandangan dunia dan kebudayaannya. Bagi manusia Jawa ada beberapa
pandangan tentang aktivitas budaya di lingkungannya tersebut. Menurut
Mulder (1983: 1, 11) kekuatan aktivitas budaya Jawa terletak pada keba-
tinan. Dalam dunia kebatinan manusia Jawa, mistik adalah esensinya.
Konsepsi tentang aktivitas budaya manusia dalam kebudayaan Jawa dapat
ditelusuri dalam kepustakaan-kepustakaan Jawa. Kepustakaan Jawa mem-
punyai masa yang panjang, mulai dari kepustakaan Hindu Jawa, Budha
Mahayana, kepustakaan Islamabad ke-16, sampai kepustakaan Jawa abad
ke-19. Dari runutan berbagai kepustakaan tersebut dapat disimpulkan
bahwa manusia itu berasal dari Tuhan karena tujuan hidup manusia ada-
lah kembali kepada-Nya. Untuk mencapai tujuan kembali kepada-Nya,
manusia mempunyai variasi pilihan dalam hidupnya. Salah satu cara yang
dilakukan manusia J awa adalah hid up ngeli, mengikuti arus aliran air
(Hadiwijono, 1983).
Konsep yang ditunjukkan oleh Hadiwijono diperjel~olel;l-_de Jong
dalam buku Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa (1976}..~e J_ong cukup
berhati-hati menyatakan bahwa kebatinan merupakan ·~<\lah satu' sikap
hidup orang Jawa. Namun, secara tersirat, ia pun sependapat dengan
Mulder, bahwa sikap hidup tersebut sebanarnya juga merupakan sikap
hidup umumnya manusia Jawa. Oleh karena itu, seperti juga de Jong,
Marbangun Hardjowirogo dan Magnis Suseno juga berpendapat bahwa
agama apa pun yang dianut orang Jawa, sikap hidup mereka sebenarnya
sama (Jong, 1976: 9); Magnis Suseno, 1984: 134; Hardjowirogo, 1989:
17, 19). De Jong mencatat pandangan-pandangan yang sama dari aliran-
aliran kebatinan yang ada di Jawa. Pandangan itu dirinci sebagai berikut.
63