Page 72 - EBOOK_Peribahasa Jawa Sebagai Cerminan Watak Sifat dan Perilaku Manusia Jawa
P. 72

a.  Kesatuan:  setiap insan mempakan percikan dari ke::satuan hakiki.
        b.  Manusia:  terdiri  atas  bagian  batiniah  dan  lahirilah..  Bagian  batiniah
           ialah rohnya,  sukma atau pribadinya.  Bagian inilah mempunyai asal-
           usul  tabiat  ilahi  karena  itu  batin mempakan  kenyataan  yang  sejati.
          Bagian lahiriah adalah badan dengan segala hawa nafsu dan daya-daya
          rohani,  merupakan  wilayah  kerajaan  rohnya,  dunia  yang  harus  di-
          kuasainya.  Oleh  karena  itu,  badan sering  disebut  'jagat  cilik' .  Bila
          manusia  dapat  menguasai  dunia  kecil  ini,  yakni  dirinya  sendiri,  ia
           telah  menjadi  'ksatria pinandita.  Seorang  raja  pahlawan merangkap
          pendeta  dan  seorang  pujangga  yang  mengerti  akan  hal-hal  yang
           rahasia. Dalam dirinya sendiri telah tercapai kesatuan, yaitu batinnya
           mempunyai  asal-usul  ilahi.  Demikian  pula,  badannya  mengalami
          proses  spiritualisasi,  berkembang  menjadi  rohani,  dan  badan  dapat
          dibentuk  menurut  kehendak  roh  ilahi  dan  telah  dimulai  suatu  per-
          kembangan harmonis.
        c.  Perkembangan  dan  kemajuan  dunia  dihalalkan  dengan  melakukan
          koreksi terhadap diri sendiri. Investasi mental tidak boleh memgikan
          harmoni dan keselarasan.  Untuk itu, pengajaran di sekolah hams di-
          imbangi  dengan  pengajaran  mengenai  dasar-dasar  agama  atau  ke-
          batinan.  Mengembangkan  'jagad cilik'  mempakan suatu syarat agar
          perkembangan 'jagad gedhe' dapat berlangsung dengan baik. Halter-
          sebut juga diungkapkan Mulder, bahwa Javanisme memandang kehi-
          dupan manusia selalu terpaut dengan kosmos  alam raya (1986:  31).
          Oleh  karena  itu,  pembangunan  mental  hams  mendahului  pemba-
          ngunan fisik dalam pembangunan nasional. Beberapa peribahasa Jawa
          yang sering digunakan sebagai cermin dalam sikap hidup orang Jawa
          adalah  sepi  ing pamrih  rame  ing  gawe,  amemayu  ayuning  bawana
           'bekerja keras tanpa mencari keuntungan, memajukan dunia' (Mulder:
           1976:  13--15).

            BKKI (Badan Kongres Kebatinan Selumh Indonesia), dalam kongres-
        nya di Semarang pada tahun 1955, menggunakan analogi ketiga hal yang
        diungkapkan de Jong tersebut. Prinsipnya ketiga hal tersebut mempakan
        etika  kebatinan  (Mulder,  1983:  39).  ltulah  sebabnya,  Magnis  Suseno
        berpendapat bahwa bagi orang Jawa,  dunia,  masyarakat,  dan alam adi-



        64
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77