Page 77 - EBOOK_Peribahasa Jawa Sebagai Cerminan Watak Sifat dan Perilaku Manusia Jawa
P. 77

fiah  bahwa  manusia  hams  memelihara  dan  memperbaiki  lingkungan
     fisiknya,  di lain pikah ditafsirkan bahwa orang wajib memperbaiki ling-
     kungan spiritualnya, yakni adat, tata cara, serta nilai budaya umum yang
     terdapat dalam masyarakat,  selain cita-cita dan nilai-nilai pribadi.
         Persepsi  waktu  orang  Jawa,  khususnya  petani,  sangat  tajam.  Ber-
     bagai  sistem  penanggalan  digunakan  untuk  berbagai  tujuan.  Berbagai
     motode yang rumit digunakan dalam berbagai sistem penanggalan untuk
     menentukan tanggal-tanggal yang baik secara religiomagi, yang bertujuan
     memulai  suatu pekerjaan yang penting.
         Dalam hubungan dengan sesama, mereka merasa bahwa mereka tidak
     sendiri  di  dunia  dan  mereka  mengharapkan  bantuan  sesama,  terutama
     kerabatnya  (Bdk.  Magnis-Suseno,  1984  tentang  prinsip  rukun  orang
     Jawa).  Ungkapan mangan ora mangan kumpul menunjukkan bahwa me-
     reka  bahagia  apabila  berada  di  tengah  kerabat.  Kalau  pindah,  mereka
     secara  konskuen  akan  tetap  berhubungan  dengan  desa  asal,  terutama
     untuk nyadran. Hal itu mereka lakukan karena mereka berkeyakinan tak
     boleh melupakan asal-usulnya.
         Kecuali orientasi budaya kolateral, orang des a juga mempunyai nilai
     budaya vertikal,  sangat bergantung pada bantuan, pandangan,  dan restu
     dari orang-orang penting, yaitu orang-orang yang berpangkat tinggi, dan
     sebagainya. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya sikap hidup mandiri
         Akan  tetapi,  Koentjaraningrat juga berpendapat bahwa orang Jawa
     masa  kini  sudah  banyak yang  berorientasi pada karya  mereka dan  ber-
     hasil  menganalisis  rahasia-rahasia serta kekuatan-kekuatan alam,  berkat
     pendidikan.  Meskipun  demikian,  orientasi  tradisional  mereka  belum
     berubah. Kemudian orientasi waktu cenderung ke masa depan, bakan ke
     masa kini  saja.
         Dalam  sosialisasi  dan akulturasi,  anak-anak  diajarkan mandiri  dan
     memiliki  tanggung jawab pribadi,  terutama  pada  golongan  rendah  dan
     menengah.  Hal  tersebut  menunjukkan  menipisnya  nilai  gotong  royong.
     Konsep  itu  sejalan dengan  filsafat  Pancasila,  persoalan  gotong  royong
     selalu ditonjolkan. Pentingnya kegotongroyongan, usaha bersama, saling
     tolong-menolong,  tenggang  rasa,  dan  toleransi  merupakan  asas-asas
     penting  dalam  bubungan  antarmanusia  dan  dalam  kehidupan  nasional
     bangs a Indonesia.


                                                                   69
   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82