Page 74 - EBOOK_Peribahasa Jawa Sebagai Cerminan Watak Sifat dan Perilaku Manusia Jawa
P. 74
seseorang memperoleh sikap hidup yang positif dan membangun, ia harus
melakukan konsentrasi pada dasar dan makna kepribadiannya sendiri.
Konsentrasi itu melalui tapa dan pemudaran. Tapa merupakan se-
suatu jalan untuk melaksanakan tugas ilahi, yaitu kesempurnaan hidup.
Tapa dapat dilakukan dengan mengurangi makan dan minum, sedangkan
pamudaran adalah rasa kebebasan; batinnya sudah lepas dari dunia in-
derawi.
Menurut konsep Jawa, representasi ialah kesadaran untuk menem-
patkan diri. Perwakilan olah rasa dan tubuhnya sering disebut sebagai
perlu njawa. Orang yang belum sampai kepada tindakan yang sempurna
dalam kehidupan manusia Jawa belum njawa. Kondisi ini dilakukan
menurut kata hatinya. Secara representatif, jiwa manusia merupakan
tuangan rasa dari lubuk hatinya, ia (hampir) bersatu dengan Tuhan dan
dalam hidup sehari-hari memperlihatkan sifat-sifat Tuhan (1976: 10--30).
Hampir semua sarjana yang telah melakukan penelitian tentang manusia
Jawa menghasilkan kesimpulan serupa.
Niels Mulder, misalnya, menyatakan bahwa Javanisme, yang berarti
agama dan pandangan hidup orang Jawa, menekankan ketenteraman
batin, keselarasan, keseimbangan, dan narima (1986: 13). Hardjowirogo
menyatakan bahwa suasana batin manusia Jawa seperti kegembiraan dan
kesusahan merupakan pemberian Tuhan yang harus diterima sebagaimana
adanya. Penerimaan apa adanya itu dalam pepatah Jawa diistilahkan
dengan narima ing pandum. Dengan demikian, menurut konsep Jawa,
orang akan mampu berdamai dengan keadaan yang dialami dan tak akan
mengeluh kepada Tuhan. Mereka juga percaya bahwa setiap nasib adalah
hasil dari perbuatannya sendiri (1989: 25).
Dalam keyakinan narima ing pandum, manusia Jawa kemudian
mengusahakan kehidupannya dengan kondisi apa adanya, setiap perbuatan
selalu mempunyai hasil. Doa pun bagi manusia Jawa diharapkan mem-
punyai hasil yang didapatkan. Dalam agama Hindu ajaran demikian
dinamakan karma phala. Dalam keyakinan orang Jawa, hasil itu dituai
dari perbuatannya sendiri. Untuk itu, pepatah yang digunakan orang Jawa
adalah ngunduh wohing pakarti. Konsep itu bermakna bahwa setiap ma-
nusia itu akan memetik basil perbuatannya. Perbuatan jelek akan meng-
hasilkan sesuatu yang jelek dan perbuatan baik akan menghasilkan se-
66