Page 73 - EBOOK_Peribahasa Jawa Sebagai Cerminan Watak Sifat dan Perilaku Manusia Jawa
P. 73

kodrati tidak berdiri sendiri dengan hukum sendiri, melainkan merupakan
    kesatuan (1984:  82).  Hal senada juga dinyatakan oleh Mulder, bahwa di
    Jawa,  orang  sebagai  individu  tidaklah  penting:  mereka  bersama-sama
    mewujudkan masyarakat dan keselarasan masyarakat menjamin kehidupan
    yang baik bagi individu-individu (1986: 36). Hal itu sejalan dengan sikap
    hidup  orang  Jawa  sepi  ing pamrih  rame  ing  gawe,  amemayu  ayuning
    bawana  'individu itu melebur ke  dalam masyarakat,  bekerja keras  agar
    dunia tetap indah tanpa memperhitungkan keuntungan pribadi'. Ayuning
    bawana  sangat luas  artinya.  Dunia akan tetap  indah kalau tertib,  tente-
    ram,  dan makmur (tata tentrem kerta raharjo).
        Aliran  kebatinan  yang  paling  terkenal  dan  secara  hukum  dilatar-
    belakangi oleh alam kebudayaan khas Jawa adalah Pangestu. Menurut de
    Jong, karangan-karangan pokok aliran ini mengingatkan kita para pujang-
    ga  zaman  dahulu,  khususnya Ranggawarsito.  Sikap  hidup  Pangestu di-
    tandai oleh distansi, konsentrasi, dan representasi. Distansi artinya manu-
    sia  harus  mengambil  jarak  terhadap  dunia,  baik  material  maupun
    spiritual, agar manusia dapat menemukan dirinya sendiri dan dapat men-
    jadi sadar.  Segala sesuatu yang  terjadi dalam dunia mengeruhkan kesa-
    darannya,  yaitu  suka  dan  duka,  bahagia  dan  sengsara,  mengacaukan
    kesadaran sejati. Oleh karena itu, manusia harus menjauhi atau mengam-
    bil jarak terhadap dunia dan segala hal  ikhwalnya.
        Dalam  upaya  melakukan  distansi,  manusia  harus  rila  narima  dan
    sabar. Rita adalah ikhlas dan bahagia menyerahkan segala miliknya, hak-
    haknya  dan  semua  hasil  karyanya  pada  Tuhan  dengan  tulus  ikhlas,
    mengingat semua itu  dalam kekuasaan Tuhan.  Oleh karena itu,  bila se-
    seorang sudah memiliki sikap tersebut,  ia akan berdoa dengan cara lain.
    Bukan doa untuk dibebaskan dari  duka nestapa,  melainkan  penyerahan
    diri  secara total dan tulus kepada Tuhan.
        Narima  artinya merasa puas  dengan nasibnya,  tidak memberontak,
    menerima dengan rasa terima kasih (Bdk.  Koentjaraningrat,  1984:  436;
    Mulder,  1986:  13). Orang yang sudah menjalankan rila dan narima akan
    menjadi  sabar,  yang  diibaratkan  seperti  samudera,  tidak  membeludak
    sekalipun  banyak  sungai  bermuara  padanya.  Orang  yang  sabar  tidak
    membedakan antara emas  dan batu,  kawan  dan lawan.  Untuk  itu,  agar




                                                                   65
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78