Page 18 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 18

KATA PENGANTAR  —  xvii


                    Bab  8  menyelami  hubungan-hubungan  ini  secara  lebih  mendalam,
               dengan mengikuti Snouck ketika tiba di Batavia pada 1889 dan melakukan
               kerja lapangan di Jawa dan Aceh, memeriksa posisinya baik dalam masyarakat
               Belanda  maupun  masyarakat  pribumi.  Sementara  oleh  para  atasannya  dia
               dipandang sebagai seorang informan mengenai kaum Muslim, orang-orang
               Muslim sendiri bisa melihatnya sebagai seorang mediator bagi kepentingan
               mereka.  Selanjutnya,  Bab  9  menjelaskan  posisi  mereka  yang  tidak  begitu
               terpikat, dan yang menentang otoritas Snouck karena memandang kebijakan-
               kebijakan  “etis”-nya  (demikian  berbagai  kebijakan  tersebut  dikenal)  untuk
               memodernisasi Hindia Muslim sebagai bagian dari proyek Kristenisasi dalam
               jangka yang lebih panjang.
                    Bagian terakhir buku ini membahas hubungan antara para cendekiawan
               Belanda dan pembaharu muslim pada paruh pertama abad kedua puluh dan
               konsensus mereka yang nyata bahwa sebuah Islam baru sedang muncul di
               tanah  Hindia.  Bentuk  baru  inilah  yang  akan  menggantikan  tradisi  kuno
               mistisisme “India” di kawasan ini. Bab 10 melanjutkan apa yang terhenti di
               Bab 3, melacak perdebatan yang terus berlangsung mengenai Suf sme dalam
               kaitannya dengan gagasan mengenai ortodoksi yang terus berubah.
                    Sementara itu, Bab 11 akan membicarakan cara para penerus Snouck,
               yang dididik dalam sejarah Islam melalui penggunaan berbagai manuskrip
               yang telah dia kumpulkan, mengunggulkan sebuah alur aktivisme muslim
               tertentu yang oleh orang-orang saat itu semakin kerap disebut “Indonesia”. Bab
               ini juga akan menyelidiki bahwasanya dukungan itu sebenarnya problematis
               bagi otoritas kolonial, bahkan meskipun mereka mengandalkan hubungan
               yang terbentuk antara para penasihat dan pemimpin keagamaan lokal untuk
               mengendalikan berbagai situasi yang berpotensi meledak.
                    Bab  12  menunjukkan  bahwa  dengan  bangkitnya  sebuah  gerakan
               nasional  yang  dirumuskan  oleh  sebagian  aktornya  dalam  kerangka  Islam,
               para penasihat dan reformis yang menjadi teman sepemahaman mereka akan
               disalahkan  dan  dipinggirkan  oleh  sebuah  negara  kolonial  yang  reaksioner,
               persis sebelum pendudukan Jepang.
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23