Page 16 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 16

KATA PENGANTAR  —  xv


               pemahaman yang berlaku saat ini bahwa Suf sme adalah bentuk Islam yang
               paling menerima terhadap kontak dengan Barat. Dengan menyatakan semua
               itu, saya tidak sedang menawarkan sebuah narasi mengenai bagaimana Suf sme
               dan anti-Suf sme dimainkan pada abad kedua puluh secara keseluruhan, juga
               bukan mengenai bagaimana Islam dan politik saling beririsan di Indonesia
               saat ini. Sebaliknya, ini akan tetap merupakan sebuah kisah kolonial, meski
               sebuah kisah yang sesekali tampak tak terlalu berbeda dari yang dimainkan
               dengan taruhan yang sangat tinggi hari ini.



               KERANGKA NARASI
               Dalam  menyatakan  bahwa  seseorang  atau  sesuatu  memiliki  “bahan-
               bahan  pembuatan”  dari  sesuatu  yang  lain  dan  menyiratkan  sebuah  proses
               pembentukan  yang  terus  berlanjut,  saya  akan  mengatakan  bahwa  Islam
               Indonesia merupakan sebuah proyek nasional yang terus-menerus didef nisikan
               kembali oleh pemeluknya. Namun, pada tingkat yang lebih jelas, judul buku
               ini menunjukkan bahwa terdapat banyak proses yang bekerja dalam perjalanan
               menuju proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945—di antara proses-proses
               itu, proyek reformis dan kolonial barangkali adalah yang dinyatakan secara
               paling eksplisit. Meskipun proyek kolonial mendominasi dalam buku ini, saya
               rasa penting untuk tidak mengawalinya dengan mengistimewakan pengalaman
               Barat. Oleh karena itu, tiga bab pertama (Bagian Satu) menggambarkan tren-
               tren  utama  dalam  pembentukan  wacana  Islam  Asia Tenggara,  berawal  dari
               langkah pertama ke arah Islamisasi kawasan ini pada 1200-an, dan berlanjut
               hingga 1880-an ketika Belanda akan membuat berbagai intervensi de jure yang
               lebih eksplisit dalam Hukum Muslim. Latar belakang ini diperlukan untuk
               membuat unsur-unsur dalam kisah kolonial berikutnya menjadi jelas.
                    Bab 1 mendokumentasikan proses Islamisasi di seluruh Nusantara. Bab
               ini juga menguraikan argumen bahwa pengetahuan kita saat ini sebagian besar
               dibentuk oleh penerimaan terhadap pembingkaian dan validasi retrospektif
               atas ajaran-ajaran Suf  abad ketujuh belas. Ajaran-ajaran tersebut menekankan
               hubungan mistis antara Nabi dan sekelompok elite terpelajar yang dilindungi
               oleh otoritas kerajaan. Bab 2 meninjau bagaimana, pada abad kedelapan belas,
               struktur pembelajaran yang lebih formal terbentuk di Nusantara ketika para
               cendekiawan Asia Tenggara mulai lebih berpartisipasi dalam jaringan Timur
               Tengah. Saya akan menyatakan bahwa saat itu terdapat sebuah upaya yang
               lebih eksplisit dari pihak kerajaan untuk mengalihkan publik yang tengah
               mengalami Islamisasi menjauh dari daya tarik Suf sme spekulatif dan menuju
               komitmen  yang  lebih  kuat  terhadap  hukum  Islam  (dan  dengan  demikian
               terhadap pemerintahan). Selanjutnya, Bab 3 mengkaji kebangkitan, terutama
               pada  abad  kesembilan  belas,  sebuah  bentuk  baru  otoritas  populis  yang
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21