Page 24 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 24

MENGINGAT ISLAMISASI  —  3


               belakangan. Selama paruh kedua milenium pertama, pelabuhan-pelabuhan di
               sepanjang Selat Malaka tampaknya membayar upeti pada Kerajaan Sriwijaya
               (atau kepada yang mengklaim sebagai pewarisnya). Para penguasa Sriwijaya
               yang  berpusat  di  sekitar  bandar-bandar  di  Sumatra  Timur  menyokong
               Buddhisme Mahayana dan meninggalkan warisan keagamaan hingga sejauh
               Biara Nalanda di Bihar, India. Mereka mengirimkan misi ke Tiongkok melalui
               Guangzhou dan kemudian Quanzhou, bandar besar di selatan yang didirikan
               di bawah pemerintahan Dinasti Tang (618–907).
                    Di sisi lain, laporan-laporan Arab, yang menyebut Quanzhou sebagai
               tujuan terakhir Zaytun, tampaknya sekadar menyadari keberadaan Sriwijaya
               secara samar dan hanya menyebut seorang “Maharaja” besar yang mengklaim
               pulau-pulau di sebuah kawasan yang dinamakan “Zabaj”. Ibu kotanya bisa
               dikenali  berdasarkan  sebuah  bandar  kosmopolitan  dan  “gunung  api”  yang
               selalu membara di dekatnya. 2






























                       Gambar 1. Pusat-Pusat Melayu di Asia Tenggara, sekitar 1200–1600.

                    Hal yang jauh lebih misterius adalah identitas orang muslim pertama
               yang mapan di Asia Tenggara. Hal ini sebagian merupakan akibat pengingatan
               terus-menerus akan Islamisasi yang kerap tak cocok dengan jejak-jejak f sik
               yang tersisa. Marco Polo dalam laporannya mengenai Sumatra (sekitar 1292)
               menyebut sebuah komunitas Muslim baru yang didirikan oleh para pedagang
               “Moor”  di  Perlak.  Salah  satu  batu  nisan  muslim  bertarikh  pertama  (yang
               berpadanan dengan tahun Gregorian 1297) menyebut “Malik al-Salih” sebagai
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29