Page 25 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 25

4  —   INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI


          penguasa  sezaman  di  bandar  terdekat,  Samudra  Pasai.  Namun,  ada  bukti
          mengenai komunitas-komunitas yang lebih awal jauh ke barat di Lamreh,
          tempat  penanda-penanda  makam  yang  telah  terkikis  parah  menunjukkan
          adanya hubungan dengan India Selatan dan Tiongkok Selatan. 3
              Kita tak banyak tahu tentang mekanisme yang mendasari permukiman
          mereka,  apakah  mereka adalah  perantara  yang  bekerja untuk perdagangan
          Tiongkok ataukah untuk raja-raja Chola di India Selatan. Pada awal abad
          ketiga  belas  para  pedagang  rempah  Aden,  di  Yaman,  akhirnya  menyadari
          keberadaan  orang-orang  Muslim  yang  menghuni  sebuah  tempat  yang
          sekarang  mereka  sebut  “Jawa”.   Pada  abad  keempat  belas,  para  penguasa
                                     4
          Samudra Pasai bersaing, atau sebaliknya bersekongkol, dengan para penguasa
          Benggala  memperebutkan  hak  agar  nama  mereka  disebut  dalam  khotbah-
          khotbah Jumat di Calicut, tempat orang-orang Jawi (demikian bangsa-bangsa
          Asia Tenggara dikenal oleh para penutur bahasa Arab) kerap berjumpa dengan
                                                        5
          sesama muslim berkebangsaan India, Persia, dan Arab.
              Petunjuk mengenai Jawa Islam muncul dalam berbagai tulisan seorang
          mistikus  kelahiran  Aden,  ‘Abdallah  b.  As‘ad  al-Yaf ‘i  (1298–1367),  yang
          mengabdikan  hidupnya  untuk  mencatat  pelbagai  keajaiban  ‘Abd  al-Qadir
          al-Jilani  (1077–1166),  sang  wali  dari  Bagdad  yang  dianggap  oleh  banyak
          persaudaraan  mistis  sebagai  guru  tertinggi.  Dikenal  sebagai  tarekat,  pada
          masa al-Yaf ‘i persaudaraan-persaudaraan ini telah tumbuh menjadi berbagai
          kelompok  di  bawah  kepemimpinan  para  guru,  atau  syekh,  yang  diinisiasi
          secara khusus, yang mengklaim posisi berurutan dalam sebuah mata rantai
          silsilah para guru yang terentang tanpa putus hingga Nabi.
              Apa  pun  garis  keturunan  spiritual  mereka,  entah  Qadiriyyah,  yang
          kembali ke ‘Abd al-Qadir al-Jilani, atau Naqsyabandiyyah dari Baha’ al-Din
          Naqsyaband (1318–89), tarekat memberikan pengajaran teknik-teknik untuk
          mengenal Tuhan—entah melalui perenungan, tarian yang spektakuler, atau
          penyangkalan diri—yang lazim disebut “mengingat” (dzikr). Barangkali salah
          satu  dari  bentuk  dzikr  paling  terkenal  adalah  ritual  “Dabus”  yang  disukai
          oleh  tarekat  Rifa‘iyyah,  yang  mengambil  nama  Ahmad  al-Rifa‘i  dari  Irak
          (w.  1182),  yaitu  para  jemaah  menusuk-nusukkan  jarum  ke  dada  mereka
          tanpa  mengalami  luka.  Tarekat-tarekat  yang  lain,  seperti  berbagai  cabang
          Naqsyabandiyyah, dikenal dengan perenungannya yang hening. Apa pun cara
          dzikr yang digunakan, diyakini bahwa aktivitas semacam itu, jika dibimbing
          oleh seorang guru yang berpengetahuan, dapat menghasilkan visi ekstatik dan
          momen “penyingkapan” tabir misteri yang memisahkan hamba dari Tuhan
          disisihkan.
              Menulis pada abad keempat belas, al-Yaf ‘i mengenang bahwa sebagai
          seorang  pemuda  di  Aden  dia  mengenal  seorang  lelaki  yang  sangat  cakap
          dalam komunikasi mistis semacam itu. Lelaki ini bahkan membaiat al-Yaf ‘i
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30