Page 30 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 30

MENGINGAT ISLAMISASI  —  9


               arti penting politik yang besar, tanpa memandang apakah mereka datang ke
               Nusantara sebagai petualang Arab atau sebagai pengelola bisnis Tionghoa.
               Dari mana pun asal usul mereka, masing-masing wali kini memiliki sebuah
               kompleks pemakaman, yang kerap merupakan tanda kemasyhuran mereka.
               Misalnya,  puncak  Bukit  Giri,  di  Gresik  di  pesisir  timur  Jawa,  terdapat
               situs makam Sunan Giri yang cemerlang, yang klannya menghasilkan para
               pemimpin yang oleh Belanda dikenal sebagai “paus” Jawa.  Makam-makam
                                                                 18
               semacam  itu  menjadi  situs  peziarahan  dan  dikunjungi  oleh  orang-orang
               beriman yang mencari berkah Tuhan, atau perantaraan aktif sang wali untuk
               kepentingan mereka. 19
                    Baik dalam berbagai silsilah yang diyakini sebagai silsilah Wali Sanga,
               yang ditemukan dalam pamf et-pamf et yang dibagikan kepada para peziarah,
               maupun  dalam  karya-karya  kecendekiawanan  mengenai  warisan  Islam
               Indonesia,  kebanyakan  penulis  sangat  yakin  terhadap  kontribusi  para  wali
               itu  terhadap  pembentukan  Jawa. Warisan  tersebut,  sebagaimana  akan  kita
               lihat, sebagian dihidupkan kembali berkat campur tangan para cendekiawan
               Belanda,  melalui  riset  yang  mengantar  mereka  pada  berbagai  manuskrip
               yang akhirnya sampai ke koleksi Eropa. Melalui naskah-naskah inilah kita
               memperoleh  pengetahuan  tertentu  mengenai  ajaran  para  wali  dalam  dua
               abad pertama sejak kedatangan mereka. Meskipun Wali Sanga lazim dikenal
               memiliki  kelenturan  kultural,  perhatian  mereka  lebih  diarahkan  untuk
               menanamkan  norma-norma  perilaku  secara  keras  dalam  masyarakat  yang
               tidak semua orang di dalamnya adalah muslim. Seorang apoteker Portugis,
               Tomé Pires, misalnya, mencatat pada awal abad keenam belas bahwa kawasan
               pesisir  Jawa  barangkali  sudah  memeluk  Islam,  tetapi  wilayah  pedalaman
               belum. 20
                    Salah seorang perwakilan Islam pesisir adalah Seh Bari, yang mewariskan
               kepada  murid-muridnya  serangkaian  ajaran  yang  dirumuskan  sebagai
               “dasar-dasar  menempuh  jalan  mistis”.  Dinilai  dari  ajarannya,  Islam  yang
               dikembangkan  pasti  bukan  sebuah  ajaran  sinkretis  yang  mengakomodasi
               praktik-praktik lokal. Sebaliknya, Seh Bari mengajukan dalil-dalil bagi sebuah
               komunitas  elite  yang  mencari  pengetahuan  mengenai  (1)  hakikat  Tuhan
               berdasarkan  penafsiran  Qurani;  (2)  apakah Tuhan  berbeda  dari  makhluk;
               dan (3) bagaimana seorang hamba bisa mengenal transendensi-Nya. Dalam
               menjelajahi  pertanyaan-pertanyaan  tersebut,  Seh  Bari  merujuk  kepada  al-
               Ghazali,  yang  dia  gunakan  untuk  melawan  teologi  esoteris  Ibn  al-‘Arabi,
               terutama  menentang  gagasan  “kesatuan  wujud”  (wahdat  al-wujud)  yang
               dikembangkan para pengikut Ibn al-‘Arabi yang beranggapan bahwa Tuhan
               dan makhluk pada dasarnya identik. 21
                    Begitu pula, seorang guru lain dari masa awal, Seh Ibrahim, mendorong
               murid-muridnya  untuk  menjaga  jarak  dari  berbagai  godaan  duniawi,  dan
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35