Page 290 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 290

SIMPULAN  —  269


               sistematis untuk meneliti Islam sebagai sebuah tantangan. Momen itu baru
               datang bersama dengan serangan Inggris pada akhir abad kedelapan belas.
               Sejak saat itu, pesantren-pesantren yang kian mandiri unjuk gigi di Jawa, dan
               kaum pembaharu yang radikal di Sumatra mengarahkan api jihad mereka
               terhadap para penyusup Barat.
                    Islam  pada  akhirnya  muncul  sebagai  sesuatu  yang  jauh  lebih  besar
               daripada sekadar syahadat yang menyusahkan, yang dipaksakan pada sebuah
               populasi  yang  lunak  dan  pasif  oleh  campuran  orang-orang  Arab  dan  haji
               yang  tak  bisa  dipilah-pilah.  Oleh  karena  itu,  Belanda  berusaha  menerima
               Islam  dalam  cara  yang  bermanfaat  bagi  negara  kolonial  mereka.  Namun,
               berubah-ubahnya pendanaan dan persaingan akademik melemahkan usaha
               ini  dan  menimbulkan  produksi  buku-buku  panduan  yuridis  yang  berasal
               dari arsip, bukannya dari lapangan. Adalah para misionaris yang sekali lagi
               membuat terobosan penting dalam mengingatkan metropolis mengenai siapa
               yang  merupakan  “muslim”  dan  siapa  yang  bukan,  dengan  memilih  untuk
               lebih  mendengarkan  kata-kata  para  bangsawan  dan  orang  Arab  setempat
               dibandingkan mereka yang merupakan bagian dari banyak haji dan “pendeta”
               keliling yang merampas otoritas pihak yang disebut sebelumnya.
                    Berbagai  sejarah  salah  pengenalan  dan  salah  informasi  tersebut,  yang
               diungkapkan  secara  gamblang  oleh  pembantaian  Cilegon  pada  1888,
               menciptakan  karier  sang  Orientalis  muda  yang  lancang  Snouck  Hurgronje.
               Ketika  kita  mengikuti  perjalanan  dan  pekerjaannya,  kita  melihat  betapa
               keprihatinan  kesarjanaan  Protestan  menjadi  terjerat  baik  dengan  imperatif
               kolonial maupun berbagai visi reformis mengenai Islam, dalam sebuah rute
               yang membawa kita dari Mekah ke Jawa dan dari Kairo ke Leiden. Snouck bisa
               dikatakan lebih menyukai penafsiran elitis para sekutu pentingnya yang muslim
               ketimbang lawan-lawan mereka yang terlalu populis. Keduanya sepakat bahwa
               tarekat merupakan sisa-sisa kebodohan masa lalu yang terinspirasi oleh India.
               Pada akhirnya, Snouck, dengan memanfaatkan sisa-sisa tekstual pengetahuan
               yang sudah kehilangan kilaunya di Jawa, mendidik lingkaran sarjana-pejabatnya
               sendiri yang tidak pernah mempertanyakan simpulan guru mereka mengenai
               persoalan orang-orang Indonesia pada masa lalu, masa kini, atau masa depan.
               Ironisnya bukti def nitif mengenai hubungan antara Suf sme dan sinkretisme
               India tidak pernah ditemukan dalam teks-teks yang dibawa pulang Snouck ke
               Leiden. Namun, ini hanya sedikit berarti karena berbagai perubahan besar segera
               terjadi di koloni. Belanda pastinya merestui kemunculan berbagai tren dalam
               wacana Islam yang menyebar dari Kairo dan Singapura yang mendesak orang-
               orang Muslim untuk bereaksi pada kekuasaan kolonial dengan menemukan
               jalan modern mereka sendiri. Jalan ini akan berupa jalan modern yang tentu
               saja  memungkinkan  mereka  meraih  kembali  tempat  di  meja  bangsa-bangsa
               modern hanya pada masa depan yang agak tidak jelas.
   285   286   287   288   289   290   291   292   293   294   295