Page 285 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 285

264  —  MASA LALU SUFI, MASA DEPAN MODERN


          jang berbahaja”, dia mengeluh adanya ribuan risalah Barat yang menyerang
          Islam dengan menggunakan berbagai buku yang beredar di kalangan Muslim
          sendiri. Secara khusus dia menyasar apa yang digambarkannya sebagai dongeng
          omong kosong dan takhayul yang diduga diimpor dari Persia dan India.
              Jika orang lain tidak mempelajari kebenaran sejati mengenai Islam, dan jika para
              intelektual muda didikan Barat melihat kandungan buku-buku semacam itu
              yang ada di tangan orang-orang Muslim masa kini, mereka akan menjatuhkan
              vonis bahwa Islam adalah agama bangsa-bangsa liar di ujung paling terpencil
              dari pulau-pulau yang tidak memiliki kebudayaan. Ketika kami belajar di soerau
              lima belas tahun lalu, kitab Bada-i‘oez Zoehoer masih disukai di kalangan para
              murid. Di sana dinyatakan bahwa dunia terletak di ujung tanduk seekor sapi
              raksasa yang, ketika ketakutan, menggoyangkan kepalanya dan menyebabkan
              gempa dahsyat!

              Yang barangkali lebih buruk dalam pandangan sang pengarang adalah
          sebuah  karya  yang  dikenal  sebagai  Daqa’iq  al-akhbar  (Perincian-Perincian
          Berbagai Berita). Karya ini menyatakan bahwa Nur Muhammad mendahului
          penciptaan, terbang menembus tujuh lapis langit dalam bentuk seekor burung
          nuri.  Lalu,  ada  juga  kisah-kisah  “Syi‘ah”,  seperti  mengenai  Muhammad
          Hanaf yya, dan berbagai wirid serta mantra ajaib tarekat yang begitu memikat
          bagi  orang-orang  desa  dan  dijual  di  toko-toko  buku.  Sebagian  bahkan
          mengklaim bahwa Tuhan dan manusia adalah satu dan bahwa shalat tidak
          lagi diperlukan bagi kelompok elite!

              Karena  alasan-alasan  demikian,  selain  memprotes  buku-buku  Barat,  para
              pengarang  dan  penulis  muslim  juga  harus  memperhatikan  penyakit  yang
              menjangkiti umat mereka sendiri untuk mencegah agar kita tidak menjadi bahan
              tertawaan yang tak berdaya. Ingat: Sjech Moehammad Abdoeh memperoleh
              kemenangan  besar  ketika  dia  berdebat  dengan  f lsuf  Arnest  Renan  [sic].
              Namun, dia kalah ketika di akhir polemik tersebut sang f lsuf berkata, “Saya
              mengakui  bahwa  saya  telah  kalah  ketika  menghadapi  argumen-argumenmu,
              tetapi keadaan umat Muslim yang saya lihat hari ini membuat saya mustahil
              menyerah di hadapan informasi Anda ....” Perhatikanlah! 81

              Terlepas dari retorika mereka mengenai kondisi f sik yang ditanggung
          oleh begitu banyak muslim Indonesia, banyak pembaharu meyakini bahwa
          perang melawan penyimpangan zaman pertengahan di kalangan orang awam
          perlahan-lahan berhasil dimenangi, seperti halnya perang melawan kekuasaan
          kolonial mulai berakselerasi. Dengan badai yang mulai berkumpul di Eropa
          dan Asia, sebagian orang bahkan sudah mencium kemenangan bagi sebuah
          tanah  air  muslim  yang  bisa  dikenali. Tepat  sebelum  pendudukan  Jepang,
          berbagai  surat  kabar  dengan  nada  yang  jelas-jelas  Islami  mendesak  keras
          meminta konsesi dari sebuah negara bayangan yang sekarang terputus dari
   280   281   282   283   284   285   286   287   288   289   290