Page 282 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 282

PENGERASAN DAN PERPISAHAN  —  261


                    Juga jelas bahwa kehadiran Pijper dalam perdebatan antara Persis dan
               Ahmadiyah, disusul kongres NU, benar-benar merupakan Paskah yang sia-
               sia.  Dalam  hal  yang  pertama,  terjadi  perdebatan  sengit  dari  kedua  belah
               pihak. Pijper merasa bahwa kelompok Ahmadiyah, dengan teknik mereka
               yang terlatih menghadapi orang-orang Kristen di India, memiliki kemampuan
               retoris  yang  jauh  lebih  unggul  dibandingkan  “para  pembela  ortodoksi,
               betapapun terpelajar dan tajamnya”. Adapun dalam kongres di Batavia bagi
               “kelompok paling sayap kanan”, asosiasi “para teolog kuno”, Pijper mencatat:

                    Kongres ini berlangsung enam hari, dengan pertemuan setiap pagi dan sore.
                    Kelelahan  f sik  lebih  besar  bagi  saya  ketimbang  lelah  secara  mental.  Sangat
                    melelahkan ber-sila di lantai untuk waktu begitu lama. Lingkaran diisi tokoh-
                    tokoh terbaik para kjahi Jawa, yang datang dari Bantam hingga Banjoewangi.
                    Mereka adalah orang-orang yang terasing dari kehidupan modern, tanpa minat
                    terhadap politik selama dunia pikiran mereka dibiarkan bebas. Namun, tetap
                    ada keterlibatan dengan topik-topik aktual, seperti pemeriksaan postmortem dan
                    persoalan Sajjid, meski dari sudut pandang yang sangat konservatif. 66
                    Pijper juga menyatakan bahwa segala jenis pertanyaan dijawab dengan
               rujukan  buku-buku  tradisional.  Misalnya,  apakah  bisa  dianggap  “darurat”
               (dan oleh karena itu diperbolehkan) bagi perempuan untuk pergi ke pasar
               tanpa bercadar dan tidak ditemani seperti yang merupakan praktik standar
               di  Hindia.  Ketika  ditanyakan  apakah  perempuan  saat  masuk  surga  akan
               mendapat  empat  puluh  pelayan  laki-laki,  kumpulan  ulama  berserban  itu
               tampak terbahak-bahak. Sebuah fakta yang dianggap Pijper menggambarkan
               semangat kongres.

                    Saya, layaknya Raja Saul di antara para nabi, diperlakukan sangat sopan (di
                    kongres-kongres Moslim yang berorientasi modern orang merasakan suasana
                    yang kurang bersahabat terhadap orang asing di tengah-tengah mereka). Saya
                    (selain  rasa  sakit  di  persendian)  merasa  seolah  sedang  duduk  di  pangkuan
                    Ibrahim. Tapi: itu berarti kehilangan enam hari kerja, dan malam. 67

                    Meski  dirinya  lebih  nyaman  dengan  kaum  tradisionalis  “ortodoks”,
               Pijper merasa dia juga bisa memberikan banyak pada gerakan-gerakan modern,
               seperti  al-Irsyad  dan  Muhammadiyah,  yang  para  pemimpinnya  dia  kenal
               baik. Mereka meliputi Raden Muhtadi Natadiningrat, putra Muhammad ‘Isa.
               Muhtadi, seorang lulusan sekolah pelatihan bagi dokter pribumi dan kepala
               “seminari” Muhammadiyah di Yogyakarta, adalah seorang kawan bicara yang
               bersahabat. Sebaliknya, Pijper mendapat pengalaman yang lebih sulit dengan
               seorang guru didikan Mesir yang “sangat anti-Barat”. 68
                    Tentu  saja  tidak  semua  lulusan  Azhar  punya  sikap  bermusuhan.  Putra
               Kiai Ru’yani, yang naik menjadi wakil ketua pondokan Indonesia di al-Azhar
   277   278   279   280   281   282   283   284   285   286   287