Page 281 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 281

260  —  MASA LALU SUFI, MASA DEPAN MODERN


          rutin diutus ke kongres Muhammadiyah, Jong Islamieten Bond, dan Persis garis
          keras Bandung, dan tertarik pada tahun-tahun terakhir sang guru tarekat Arsyad
          Banten (1854–1934) di Manado. Arsyad Banten dikenal pula sebagai Arsyad al-
          Tawil, “yang tinggi”, untuk membedakan dengan Arsyad b. ‘Alwan al-Qasir yang
          lebih pendek. Arsyad diasingkan ke Sulawesi setelah pemberontakan Cilegon.
          Dia memilih tetap tinggal di sana meski telah diizinkan kembali ke Banten pada
          1918. Dia adalah syekh tarekat terkemuka bagi kelompok minoritas muslim,
          bahkan duduk di Raad Agama. Pijper tampaknya menganggap menarik laporan
          yang  menyebut  nama  Arsyad  karena  berbagai  alasan,  termasuk  penyebutan
          sebuah tarekat, “yang tampaknya masih ada di sini”. 63
              Ketika meninggal pada 1934, pemakaman Arsyad al-Tawil dihadiri baik
          orang-orang Kristen maupun muslim. Surat kabar setempat memuat sebuah
          obituari  yang  pastinya  membuat  senang  Snouck,  yang  mengingat  kedua
          Arsyad, yang pendek dan yang tinggi, sebagai korban sistem kolonial:

              Pada  usia  lebih  dari  100  tahun,  Bapa  Hadji  Banten  meninggal  dunia  di
              rumahnya di Kampoeng Koemaraka sebagai interniran tertua di Minahasa. Dia
              masyhur di setiap sudut Minahasa, di seluruh Indonesia dan Belanda, bahkan
              di Hedjaz! Dikenal sebagai Hadji Arsjad Tawil, dia masyhur dalam surat-surat
              kaum terpelajar di Leiden, dan Bapa Hadji adalah sahabat dekat pakar Islam,
              Prof. Snouck Hurgronje, sang guru besar di Leiden yang mengajar para hakim
              senior. Mendiang Hadji datang sebagai seorang muda ke Airmadidi via penjara
              Glodok di Djakarta, dengan tuduhan sebagai penghasut pemberontakan Banten
              (bukan pemberontakan komunis pada 1926). Di Minahasa, Bapa Hadji bekerja
              sebagai penghoeloe Landraad dan goeroe Islam terkenal serta pemimpin santri
              Islam. Pada pukul 5.00 pagi hari ke-20 Maret 1934, jenazah Bapa Hadji diiringi
              ribuan muslim dan nonmuslim ke pemakaman Islam di Kokaweg. Komunitas
              Muslim seluruh Minahasa mengatakan bahwa makam Bapa Hadji Banten akan
              menjadi sebuah kramat. 64

              Laporan  tersebut  mungkin  juga  menyenangkan  Pijper,  yang  hampir
          pasti memiliki pandangan Kristen-nya mengenai Islam. Snouck yang agnostik
          tentu sangat berhasil menekan sebuah nada ironis dalam kuliah-kuliahnya di
          Leiden, mengingat bahwa Pijper bebas berteori mengenai berbagai prasyarat
          yang  dibutuhkan  untuk  berbaur  dengan  orang-orang  Muslim.  Perhatikan
          komentarnya  mengenai  “perspektif  yang  tenang  dan  sehat”  seorang  calon
          untuk jabatan Konsul Jeddah, C. Adriaanse (1896–1964):
              Dia berasal dari kalangan Reformis, yang tentu akan membantunya memahami
              dunia  pemikiran  Moslim.  Untuk  itu,  menurut  saya  seseorang  harus  selalu
              memiliki salah satu dari tiga hal: latar belakang Reformis, atau latar belakang
              religius—terutama  dengan  orientasi  Injili,  atau  berdarah  Semit.  Dengan  ini
              saya  hendak  menyatakan  kecuali  salah  satu  dari  tiga  syarat  tadi  dipenuhi,
              kesarjanaan seseorang mengenai Islam tidak akan pernah berarti apa-apa. 65
   276   277   278   279   280   281   282   283   284   285   286