Page 286 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 286

PENGERASAN DAN PERPISAHAN  —  265


               metropolis,  yang  telah  jatuh  ke  tangan  Jerman  pada  Mei  1940.  Memuat
               artikel-artikel  presiden  masa  depan,  Soekarno,  Islam  Raya  di  Solo  bahkan
               menampilkan sebuah sampul baru yang menunjukkan sebuah menara pseudo-
               Moor dipasang dengan latar belakang peta kasar Nusantara. Para editornya
               dengan bangga mengumumkan sampul mereka:

                    Saudara-Saudara, Anda pasti akan mengenalinya. Ini tidak benar-benar indah,
                    tetapi  cukup  manis!  Cobalah,  Saudara-Saudara,  perhatikan  sekarang  juga,
                    pikirkanlah sejenak. Pelajaran apa yang bisa kita ambil darinya? Seperti gambar-
                    gambar lainnya, yang satu ini juga menggambarkan, secara sangat sederhana,
                    Fondasi, Tujuan, dan Cita-cita serta Kenangan “Islam Raya”. Rakyat Indonesia!
                    Bayangkan.  Pikirkan.  Renungkan!  Betapa  tanah  yang  untuknya  kita  akan
                    menumpahkan darah kita bisa begitu gemerlap dan memesona! Aman, damai,
                    dan puas. Kita ingin menyaksikan masa keemasannya yang asli dan ... bahkan
                    lebih lagi ... yang akan datang! Namun ... ini semua masih merupakan impian
                    dan  cita-cita  yang  harus  diwujudkan.  Syarat-syaratnya?  Iman,  harapan,  dan
                    tindakan. Namun, hal yang paling penting adalah agar kita menjadi SADAR.
                    Perhatikan, dan semoga Tuhan bersama kita. 82

                    Yang  lain  juga  merasa  bahwa  Indonesia  masa  depan  membutuhkan
               kenangan keemasan muslim yang sepatutnya. Agoes Salim menandai kelahiran
               Nabi pada 1941 dengan sebuah pidato panjang berjudul “Riwajat Kedatangan
               Islam di Indonesia”. Mantan abdi kekuasaan kolonial itu (dan musuh bagi
               Pijper yang sinis) menyatakan bahwa kepustakaan Barat harus dibaca ulang
               dengan latar sumber-sumber non-Barat. Dia meyakini bahwa adalah laporan
               yang, paling banter, “tidak memuaskan” yang mengklaim bahwa Islam baru
               datang  ke Tanah  Air  pada  abad  ketiga  belas.  Dia  merujuk  pada  sumber-
               sumber Tiongkok yang diyakininya menunjukkan kehadiran muslim yang
               lebih awal. Dia mengutip Syakib Arslan untuk bertanya apakah Islam benar-
               benar datang lewat tangan orang-orang Afrika Utara sebelumnya. 83
                    Para  cendekiawan  Belanda  digusur  dari  tempat  istimewa  mereka  tanpa
               menyadarinya. Ini adalah urusan kesarjanaan seperti biasa. Pijper memberikan
               kuliah-kuliah yang diterima dengan baik di Batavia mengenai orang-orang Arab
               Hindia  yang  setia,  memuji  al-Habsyi  sebagai  pewaris  Sayyid  ‘Utsman  yang
               memberi inspirasi, dan melanjutkan diskusinya dengan al-Irsyad dan Persatuan
               Islam  mengenai  langkah-langkah  menuju  sebuah  volume  yang  direncanakan
               mengenai reformisme.  Drewes, tepat sebelum menduduki apa yang diniatkan
                                 84
               sebagai jabatan sementara di Leiden, menerbitkan sebuah buku bersama Raden
               Poerbatjaraka  (1884–1964)  mengenai  bertahannya  kisah-kisah  ‘Abd  al-Qadir
               dalam kesusastraan Indonesia. Di Utrecht, Jan Edel menggunakan manuskrip yang
               dikumpulkan oleh Djajadiningrat dan Pijper untuk mempertahankan sebuah tesis
               di bawah bimbingan Juynboll mengenai Hikayat Hasan al-Din. Dalam tesisnya,
               dia berusaha keras menentukan identitas berbagai individu Banten ketimbang
   281   282   283   284   285   286   287   288   289   290   291