Page 288 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 288

SIMPULAN













                    arapan saya buku ini akan memberikan sebuah kontribusi yang berarti
               Hbagi kajian Islam di Asia Tenggara dan bagi keilmuan yang lebih luas
               mengenai  Dunia  Muslim.  Saya  telah  mempertanyakan  konsensus  yang
               berlaku saat ini mengenai esensi formasi religius Indonesia dengan menyoroti
               berbagai  asumsi  yang  terbentuk  selama  era  kolonial.  Ini  bukanlah  sebuah
               jalur yang langsung, oleh karena itu patutlah kiranya di titik ini diceritakan
               alur  keseluruhannya  untuk  menunjukkan  bagaimana  kesarjanaan  kolonial
               menafsirkan  yang  prakolonial,  dan  kemudian  mengubah  ragam-ragam
               tertentu kritik-diri Suf  reformis menjadi wacana modernis.
                    Sejumlah  kerja  persiapan  tertentu  diperlukan  untuk  menyiapkan
               panggung. Beberapa bab pertama berusaha memahami unsur-unsur tertentu
               dari  yang  diketahui  mengenai  Islamisasi  kawasan  dan  memperlihatkan
               bahwa  klaim-klaim  genealogis  mengenai  pengetahuan  Suf   kadang-kadang
               menggantikan berbagai kenangan perpindahan agama yang lebih tua. Segera
               setelah  kita  memikirkan  kembali  klaim-klaim  demikian,  kita  juga  harus
               memikirkan kembali gagasan bahwa Suf sme pasti menyediakan mekanisme
               pendukung  bagi  perpindahan  agama  di  Asia  Tenggara  atau  menjelaskan
               tradisi  toleransi  ekumenis  Indonesia  yang  kerap  dikumandangkan.  Saya
               telah  menunjukkan  sebaliknya  bahwa  pengenalan  teknik-teknik  formal
               pengetahuan Suf  (yang umumnya terjadi setelahnya) kerap berkaitan dengan
               intoleransi ulama terhadap variasi populer yang barangkali bermula sebagai
               peniruan  atas  hak-hak  istimewa  istana.  Dalam  arti  ini,  sebuah  obeservasi
               yang dibuat oleh Christopher Bayly tampaknya tepat: apa yang dibutuhkan
               dalam  kebanyakan  konteks  adalah  pengakuan  akan  keunggulan  pemujaan
               sang kaisar, bukannya keseragaman keyakinan.  Cukuplah dikatakan bahwa,
                                                       1
               pada abad kedelapan belas, hubungan yang kian intens antara istana-istana
               Asia  dan  pusat-pusat  pengetahuan  Timur  Tengah  menghasilkan  seruan
               menuju prinsip bahwa praktik-praktik legal normatif harus mendef nisikan
               standar Islam bagi sebagian besar kaum beriman. Seruan demikian dibarengi
               oleh penerimaan atau penolakan (yang kurang lazim) terhadap orang-orang
   283   284   285   286   287   288   289   290   291   292   293