Page 289 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 289

268  —  SEJARAH ISLAM DI NUSANTARA


          asing dan upaya untuk membatasi pengetahuan Suf  pada sekelompok elite
          terpelajar yang bisa menilai mereka. Dalam kaitannya dengan hal ini, saya
          juga telah menunjukkan bahwa penyebaran kesarjanaan Mesir sangat penting
          dalam  sebuah  upaya  yang  bisa  dikatakan  berjangkauan  global.  Namun,
          dari  satu  sudut  pandang,  proyek  yang  ditujukan  untuk  mempertahankan
          otoritas istana di berbagai pusat Jawi secara paradoksal terhambat sekaligus
          ditingkatkan oleh campur tangan Eropa. Larangan yang dikeluarkan keraton-
          keraton Jawa khususnya tampak tidak berarti karena populasi Muslim yang
          semakin sadar memanfaatkan jaringan transportasi modern untuk mengejar
          berbagai peluang pendidikan massal atas nama para sultan kuno. Namun,
          meski para pembantu dan keturunan mereka barangkali mengangguk setuju
          terhadap jumlah pesantren yang kian meningkat, banyak yang dibuat gelisah
          oleh popularitas ajaran tarekat yang lebih baru yang ditawarkan oleh para
          guru  yang  mengklaim  punya  hubungan  kuat  dengan  Mekah  serta  jubah
          otoritas Nabi.
              Barangkali  perubahan-perubahan  yang  paling  signif kan  terhadap
          hubungan antarmuslim di pentas global terjadi setelah berbagai perang yang
          mendera Arabia, Sumatra, dan Jawa ketika sebuah korpus klasik baru mulai
          dicetak,  diawasi  oleh  para  cendekiawan  ternama  di  pusat-pusat  tersebut
          dan Kairo serta Singapura. Dalam apa yang semula tampaknya merupakan
          paradoks,  korpus  ini  diklaim  oleh  para  guru  Suf   populer  yang  mewakili
          spektrum paling luas kesalehan dan pengalaman langsung berorientasi-Syari‘ah
          terhadap berbagai Tempat Suci. Pastinya, kumpulan ahli hukum resmi dan
          Suf   populer  yang  saling  bertentangan,  yang  masing-masing  bersenjatakan
          dan memperdebatkan teks-teks tercetak, tidaklah mungkin bersepakat untuk
          bersikap  antikolonial.  Sebaliknya,  kita  bisa  mengamati  munculnya  sebuah
          ruang publik muslim yang penuh persaingan di bawah kekuasaan Belanda,
          dan  yang  para  pesertanya  bahkan  akan  berusaha  terlibat  dengan  struktur
          kekuasaan tersebut untuk mengejar agenda mereka sendiri.
              Sebelum  menjelajahi  berbagai  sejarah  tersebut,  di  bagian  kedua  saya
          beralih  untuk  memperkenalkan  orang-orang  Eropa  agar  kita  memikirkan
          kembali hubungan antara perusahaan-perusahaan dagang dan berbagai usaha
          agamawan  metropolitan  yang  lebih  tua,  menyasar  pendapat  yang  kerap
          dinyatakan bahwa Belanda sekadar memedulikan keuntungan di Asia. Kita
          sekarang mestinya sudah mengenali bahwa terdapat para cendekiawan Belanda
          yang berusaha merumuskan bagaimana mereka seharusnya memperlakukan
          para  pemeluk  sebuah  agama  yang  mereka  yakini  sudah  mereka  pahami
          sepenuhnya  dan  bahkan  diyakini  oleh  orang-orang  paling  optimis  di
          antara mereka bahwa mereka bisa menghapusnya. Tentu saja pengetahuan
          tidaklah cukup. Keakraban dengan Islam dan rasa jijik yang terlalu sering
          ditimbulkannya  memastikan  bahwa  hanya  sedikit  yang  dilakukan  secara
   284   285   286   287   288   289   290   291   292   293   294