Page 284 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 284

PENGERASAN DAN PERPISAHAN  —  263


               mencantumkan komunikasi Arslan dengan sang sesepuh kajian oriental itu. Di
               sini Arslan menentang pandangan-pandangan orang Belanda itu. Menurutnya,
               Snouck  mengakui  bahwa  “kaum  bidah”  di  antara  muslim  Jawi  selalu  lebih
               fanatik menentang Belanda ketimbang mereka yang beragama secara benar. 76
                    Komunikasi ini bermula pada Kongres Orientalis di Leiden pada 1932
               tempat sang penulis terkenal Taha Husayn juga hadir dan tampil sangat vokal.
               Sementara itu, Snouck yang merasa letih dengan dunia—dia tentu mengagumi
               daya  ingat  Taha  Husayn,  tetapi  mengeluhkannya  sebagai  tidak  memiliki
               “kebijaksanaan”  yang  dibutuhkan  untuk  berbaur  dengan  orang  normal—
               melihat suaranya sendiri diproyeksikan lebih jauh dengan terjemahan bahasa
                                                                          77
               Inggris dalam Mekka volume dua yang baru keluar dari percetakan.  Sang
               penerjemah  (mantan  Konsul  Inggris  J.H.  Monahan)  menyatakan  bahwa
               gambaran  Snouck  terhadap  kota  tersebut  “tidak  sepenuhnya  ketinggalan
               zaman”, tetapi dia dan sang pengarang sangat menyadari berbagai perubahan
               besar  yang  tengah  berlangsung  di  sana.  Para  konsul  Belanda  selanjutnya,
               Gobée, van der Plas, dan D. van der Meulen menjaga agar guru mereka tetap
               mendapat  informasi  sepenuhnya  mengenai  berbagai  peristiwa  di  Arabia.
               Pangeran  Faysal  b.  Sa‘ud  bahkan  mulai  mengirimkan  foto-foto  kota  yang
               sedang berubah setelah bertemu di Leiden pada 1926. 78
                    Snouck merasa hubungan antara Belanda dan Kerajaan Arab Saudi sangat
               baik dibanding dengan rezim-rezim sebelumnya, dan barangkali dia pergi ke
               kubur pada 1936 dengan satu kekhawatiran yang berkurang mengenai hal
               tersebut. Namun, ada orang-orang di Arabia yang ingin menunjukkan bahwa
               hubungan  dengan  Hindia  juga  sama  baiknya.  Ini  jelas  merupakan  pesan
               yang hendak disampaikan pada 1937 ketika sebuah surat kabar berkala baru
               diluncurkan di Mekah oleh orang-orang Sumatra dari kelompok yang oleh
               Pendeta Episkopal Raymond LeRoy Archer (1887–1970) disebut “ortodoks”
               mengingat nada sebuah laporan yang ditulisnya mengenai Pesisir Barat pada
               tahun  tersebut.   Berjudul  al-Nida’  al-islami/Perseruan  Islam,  surat  kabar
                             79
               Mekah itu adalah upaya untuk membawa para murid Jawi kembali ke Hijaz.
               Nada  artikel-artikelnya  jelas  reformis,  tetapi  Suf sme  tidak  terlalu  dikutuk
               dibandingkan para syekhnya pada masa modern. Para editornya berkonsentrasi
               pada  berbagai  pencapaian  bangsa-bangsa  Asia Tenggara—sekarang  disebut
               secara eksplisit sebagai “orang-orang Melayu” dan “orang-orang Indonesia”—
               dan mengisahkan Islamisasi di tanah air mereka oleh para pedagang Arab.
               Narasi ini pastinya tampak wajar bagi mereka. Namun, muncul reaksi keras
               dari salah seorang penulis Arab, Husayn Ahmad Hasanayn, yang mengutip
               karya C.C. Berg bahwa bahasa Melayu dipenuhi “berbagai keanehan” jika
               digunakan untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Arab. 80
                    Kejengkelan  yang  sama  menyambut  kekhawatiran  yang  disuarakan
               dalam Pedoman Masyarakat di Medan pada 1938. Di bawah tajuk “kitab-kitab
   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288   289