Page 283 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 283

262  —  MASA LALU SUFI, MASA DEPAN MODERN


          pada awal 1930-an, diratapi baik oleh orang-orang Indonesia maupun Belanda
          atas  kematiannya  yang  mendadak  pada  1945.   Bagaimanapun,  Pijper  bisa
                                                 69
          menghadapi kedua jenis aktivis tersebut. Seperti yang dia tulis, “Moehammadijah
          mempertahankan diri sebagai sebuah organisasi yang hebat. Para anggotanya,
                                                                         70
          menurut saya, tidak selalu simpatik, tapi saya menghargai pekerjaan mereka.”
          Pijper juga agak menggurui Snouck mengenai pertanyaan apa itu Islam dan arti
          penting kontribusi potensialnya terhadap berbagai tren modern di Indonesia.
          Snouck  yang  lebih  kalem,  yang  selalu  menasihatinya  agar  bersabar,  kerap
          mendesaknya untuk memublikasikan, dalam kata-kata Friedrich Max Müller
          (1823–1900),  “potongan-potongan”  dari  bengkelnya  ketimbang  menunggu
          menyatukan semua potongan informasi potensial menjadi sebuah mahakarya.
          Dalam satu kesempatan, Pijper menyesal bahwa meski telah kembali ke Belanda
          terbebani dengan segala macam berkas yang dia rencanakan untuk dimanfaatkan
          untuk  tulisan-tulisannya,  semua  itu  tersingkir  ketika  proyek  baru  yang  lebih
          mendesak dimulai sehingga berkas-berkas itu kehilangan “aktualitas”-nya. 71
              Terdorong oleh nasihat semacam itu, Pijper mengumpulkan potongan-
          potongan miliknya menjadi Fragmenta Islamica, yang berasal dari penyelidikan
          sumber  primer  mengenai  posisi  perempuan  dalam  pendidikan  dan  masjid,
          perceraian  dan  kemurtadan,  serta  munculnya  tarekat  Tijaniyyah.   Ketika
                                                                   72
          bukunya terbit, Pijper akhirnya merasa yakin bahwa Kantor Urusan Pribumi
          tidak lagi terancam akan ditempatkan di bawah Pamong Praja, meski Gubernur
          Jenderal  De  Jonge  masih  menganggap  Kantor  itu  tidak  memiliki  manfaat
          yang jelas.  Pijper bahkan melunakkan retorikanya mengenai Schrieke. Dia
                  73
          mengakui bahwa Schrieke telah menyelamatkan pekerjaannya ketika terancam.
          Namun, Pijper tidak pernah benar-benar memercayai lelaki itu yang akhirnya
          pergi ke Belanda (dan Institut Tropis Amsterdam) pada 1935. 74
              Pijper akhirnya naik menjadi Penasihat untuk Urusan Pribumi pada 1936.
          Setelah itu, dia bisa lebih memahami tekanan yang telah dibebankan kepada
          para mentornya. Meningkatnya ketidakpercayaan di kedua sisi masyarakat
          Hindia pastinya membuat Schrieke sangat gelisah dan dia telah menentang
          penahanan banyak Nasionalis di Boven Digul.  Dia juga bergabung dengan
                                                 75
          Stuw,  seperti  halnya  Drewes,  yang  melalui  berbagai  jenjang  kepangkatan
          hingga menjadi Direktur Biro Pustaka Rakyat pada 1930 serta menggantikan
          Hoesein Djajadiningrat sebagai Direktur Sekolah Hukum Batavia pada 1935.
              Orang Indonesia sendiri semakin sedikit yang punya kesabaran untuk terus
          digurui, baik di Tanah Air maupun di luar negeri. Juga semakin banyak muncul
          pertanyaan mengenai warisan Snouck di kalangan orang-orang Indonesia dan
          mereka  yang  tertarik  terhadap  Indonesia.  Revisi  terjemahan  Syakib  Arslan
          atas  karya  Lothrop  Stoddard,  New World  of  Islam  (diterbitkan  pada  1923),
          menampilkan  sebuah  kuliah  mengenai  Hindia  Belanda  yang  disampaikan
          di Kairo pada 1929 oleh sekutu Snouck Isma‘il al-‘Attas. Edisi revisi itu juga
   278   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288