Page 99 - Nanos Gigantos Humeris Insidentes
P. 99
priyayi ataupun peryayi yang juga dikenal dalam karya-karya sastra
sejarah Sunda pada pergantian abad ke-19 dan abad ke-20. Pada
mulanya istilah priyayi dipergunakan untuk menyebut tukang
mengantar surat di kabupaten kemudian dipergunakan untuk
menyebut menak lama, seperti dapat dibaca dalam Piwoelang
Barata Soenoe. Kemudian pada ke-20, istilah priyayi dipergunakan
untuk menyebut pegawai pemerintah pada umumnya (ambtenar),
tanpa memperhatikan apakah ia memiliki gelar kebangsawanan
atau tidak.
Dalam menguraikan pemakaian gelar di kalangan
bangsawan Jawa, Palmier tidak cukup terinci dan hanya
mengandalkan sumber yang ditulis oleh L.W.C. Van den Berg
yang berjudul De Inlandsche Rangen en Titels op Java en Madoera
(1887), tanpa membandingkan dengan sumber pribumi, padahal
Van den Berg tidak dapat membedakan jenjang jabatan, gelar,
dan sebutan. Selanjutnya masalah sopan-santun dan pemakaian
bahasa yang disinggung sepintas, padahal soal ini amat penting
dalam kehidupan priyayi Jawa. Soal etiket ini menyangkut gaya
hidup yang menjadi pembeda status sosial priyayi dan status
sosial golongan rakyat biasa. Soal simbol pun (termasuk simbol
status dan kekuasaan) yang amat mewarnai kehidupan priyayi
hampir tidak disinggung sama sekali.
Karya selanjutnya adalah buah pikiran Heather Sutherland
yang berjudul Terbentuknya sebuah elite Birokrasi (terj.) yang
berjudul aslinya adalah The Making of a Bureaucratic Elite (1979).
Karya ini mengungkapkan sisi-sisi kehidupan elite birokrasi
di Jawa. Dalam buku ini disinggung pula tokoh-tokoh menak
Priangan yang menonjol. Sebagai suatu karya peneliti asing
yang tidak memahami sepenuhnya sosio-kultur pribumi, seperti
diakui sendiri oleh penulisnya, tidak bisa diharapkan bahwa
karya sejarah ini dapat menampilkan sudut pandang “dari
63