Page 130 - Perspektif Agraria Kritis
P. 130
Bagian II. Memaknai Ulang Reforma Agraria
secara baru seiring “transformasi agraria-lingkungan” yang
berlangsung dari waktu ke waktu.
Sebagai misal, “transformasi agraria-lingkungan” itu
dalam kurun belum lama ini dipicu oleh krisis pangan, energi
dan ekologi pada skala global. Hal ini memicu euphoria dari
para pemodal untuk berlomba-lomba memperebutkan wilayah
frontier guna memanfaatkan peluang ekonomi yang baru
tercipta ini. Dampaknya adalah gelombang pengambilalihan
tanah lintas negara, yakni apa yang kerap dijuluki sebagai
fenomena global land grabs.
TATA PENGURUSAN AGRARIA YANG BERSIFAT PRO-POOR
Terkait dengan keharusan tata pengurusan agraria
untuk selalu memberikan respon yang adekuat atas berbagai
persoalan agraria yang terus bermunculan, penting untuk
memastikan bahwa respon itu mencerminkan pembaruan
yang betul-betul berpihak pada kebutuhan dan kepentingan
kelompok miskin (pro-poor).
Dalam konteks kebijakan pertanahan, Borras & Franco
(2010: 10) mendefinisikan kebijakan yang bersifat pro-poor ini
sebagai suatu kebijakan yang “secara kategoris bertujuan
untuk melindungi dan meningkatkan akses tanah dan
kepentingan kepemilikan dari kelas pekerja miskin.” Lebih
lanjut, Borras & Franco mendeskripsikan sembilan ciri agar
suatu kebijakan pertanahan dapat diberi kualifikasi sebagai
bersifat pro-poor.
Kesembilan ciri yang diusulkan Borras & Franco ini
sangat cocok untuk diadopsi di sini sebagai kriteria bagi
pembaruan tata pengurusan agraria yang memihak kelompok
miskin dan marginal. Hal ini secara lengkap dapat dicermati
dalam Tabel 4.1 berikut ini.
65