Page 137 - Perspektif Agraria Kritis
P. 137
Perspektif Agraria Kritis
demokratisasi desa melalui partipasi dan pemberdayaan
masyarakat (Zakaria, 2014).
PERSPEKTIF AKSES DAN EKSKLUSI
Di sisi lain, kewenangan desa yang demikian besar ini
juga bisa menjadi “pedang bermata dua’’. Tragedi Salim Kancil
pada 26 September 2015 lalu adalah contoh yang cukup
menonjol dari dilema yang disebut terakhir ini. Dalam kasus
ini, protes warga desa terhadap penambangan pasir liar di
Desa Selok Awar-awar, Lumajang, Jawa Timur, justru
direspons oleh kepala desa dengan memobilisasi sekelompok
preman untuk melakukan aksi kekerasan. Dua tokoh kunci di
balik aksi protes warga desa ini, Salim Kancil dan Tosan,
dianiaya secara sadis oleh beberapa preman dan orang dekat
kepala desa. Akibat penganiayaan ini, Salim Kancil tewas
secara mengenaskan, sementara Tosan mengalami luka parah.
Tragedi Salim Kancil ini menunjukkan bahwa akses
warga desa yang secara legal telah dijamin oleh UU Desa
ternyata tidak selalu berhasil direalisasikan secara aktual.
Sebaliknya, kewenangan desa yang sangat besar itu justru
dapat di(salah)gunakan oleh sekelompok elite desa untuk
melakukan eksklusi atas—alih-alih mewujudkan akses bagi—
masyarakat desa.
Dilema “pisau bermata dua” dari UU Desa ini telah
melahirkan satu kebutuhan mendesak untuk mengkritik UU
Desa ini beserta dinamika pelaksanaannya dari sudut
ketegangan antara peluang akses dan ancaman eksklusi. Dari
perspektif akses, Ribot & Peluso (2003) menegaskan bahwa
ketentuan legal bukanlah satu-satunya kekuatan yang dapat
menjamin seseorang memperoleh akses. Bagi keduanya, akses
lebih dipahami secara relasional sebagai “kemampuan’’ (ability)
untuk menarik manfaat dari sesuatu hal. Dalam praktik,
72