Page 139 - Perspektif Agraria Kritis
P. 139
Perspektif Agraria Kritis
dispossession from below) maupun mekanisme eksternal
pengambilalihan tanah dalam skala luas oleh pihak-pihak luar
desa (baca: dispossession from above).
Terkait mekanisme yang pertama (diferensi agraria),
hasil Sensus Pertanian (SP) 2003 menunjukkan bahwa lebih
dari separuh populasi rumah tangga petani (51,2%) menguasai
hanya 12,8% dari keseluruhan luas lahan pertanian, dengan
penguasaan rata-rata di bawah 0,5 hektare (Bachriadi & Wiradi
2011). Di sisi lain, kelas petani menengah dan petani kaya yang
populasinya lebih sedikit menguasai persentase lahan pertanian
yang jauh lebih luas.
Pada kelas petani menengah (yakni mereka yang
menguasai 0,5 hingga 2 hektare dengan populasi mencapai
35,8% dari total rumah tangga petani), lahan yang dikuasai
mencakup 38,4% dari total luas lahan pertanian. Pada kelas
petani kaya (yakni mereka yang menguasai 2 hingga 5 hektare
dengan populasi sebanyak 11,4%), lahan yang dikuasai mencakup
35% dari total luas lahan pertanian. Akhirnya, pada kelas
petani besar (yakni mereka yang menguasai di atas 5 hektare
dengan populasi hanya 1,6%), lahan pertanian yang dikuasai
mencakup 13,8%—yang berarti masih lebih besar dibanding
total lahan pertanian yang dikuasai oleh kelas petani gurem
yang populasinya mencapai 51,2% dari total rumah tangga
petani.
Seperti ditunjukkan oleh Bachriadi & Wiradi (2011),
struktur ketimpangan penguasaan lahan pertanian seperti
yang digambarkan di atas bukanlah fenomena yang baru sama
sekali. Sebaliknya, struktur semacam ini merupakan pola yang
terus berlangsung sejak awal dekade 1960-an hingga sekarang.
Hal ini bisa dicermati dari analisis data SP yang dilakukan oleh
keduanya dari tahun 1963 hingga 2003, sebagaimana dapat
dicermati dalam Gambar 5.1. di bawah ini.
74