Page 144 - Perspektif Agraria Kritis
P. 144

Bagian III.  Pembaruan Desa dari Perspektif Agraria



              gurem  yang  kehilangan  tanah  akibat  konversi  sawah  ke
              perkebunan  merangsek  ke  dataran  tinggi  untuk  membuka
              pertanian  lahan  kering.  Akibatnya,  fungsi  ekologis  daerah
              hulu  dan  tangkapan  air  kian  merosot  akibat  meningkatnya
              ancaman erosi, banjir, tanah  longsor,  kekeringan, dan gagal
              panen; singkatnya, krisis ekologi.
                     Pada  skala  yang  lebih  besar,  krisis  pedesaan—yakni,
              kombinasi  krisis  agraria  dan  ekologi—terjadi  sebagai  akibat
              mekanisme yang kedua, yaitu penggusuran wilayah produksi
              dan  cadangan  produksi  desa  oleh  korporasi  besar  (baca:
              enclosure).  Salah  satu  contoh  yang  menonjol  dari  mekanisme
              kedua ini adalah pembangunan industri semen di Kabupaten
              Rembang  dan  Pati  yang  bakal  menggusur  lahan  pertanian
              masyarakat Kendeng dan mengancam fungsi hidrologis  dari
              kawasan karst di pegunungan Kendeng.

                     Bagaimanapun,  ancaman  eksklusi  oleh  pihak  PT
              Semen Indonesia ini mendapatkan perlawanan yang gigih dari
              masyarakat pegunungan Kendeng. Salah satu aksi perlawanan
              yang sangat  simbolik  terjadi  pada  11-13  April  2016.  Sembilan
              ibu-ibu petani melakukan aksi protes yang sangat dramatis di
              depan Istana Negara, yakni dengan cara menyemen kedua kaki
              mereka!


              URGENSI KEBIJAKAN AGRARIA DESA

                     Lantas bagaimanakah UU Desa bisa menjamin warga
              desa memperoleh akses dan sekaligus melindungi mereka dari
              ancaman eksklusi, khususnya dalam konteks tantangan krisis
              pedesaan seperti diuraikan di atas? Di bawah ini diusulkan tiga
              kebijakan agraria di tingkat desa yang dipandang mendesak
              untuk dijalankan.

                     Pertama,  asas  rekognisi  yang  termaktub  dalam  UU
              Desa—yakni pengakuan negara terhadap hak asal-usul desa—



                                          79
   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149