Page 145 - Perspektif Agraria Kritis
P. 145

Perspektif Agraria Kritis



              harus  dimaknai  lebih  jauh  lagi  sebagai  pengakuan  negara
              secara aktif melalui redistribusi aset-aset negara kepada desa.
              Redistribusi  aset  ini—lebih  daripada  sekedar  kucuran  dana
              desa yang melimpah seperti yang menjadi pusat perhatian saat
              ini—menuntut pemberian wewenang yang besar kepada desa
              atas sumber-sumber agraria dan kekayaan alam di wilayahnya
              yang secara asal-usul memang merupakan bagian dari sistem
              pemerintahan desa. Sebagai misal, desa seharusnya berwenang
              untuk  mengurus  segenap  wilayah  kelolanya  serta  sumber-
              sumber agraria dan kekayaan alam di dalamnya sebagai bagian
              dari kewenangannya, yang tentunya tanpa hendak menafikan
              peran dan dukungan dari berbagai instansi pemerintah.
                     Kedua, asas subsidiaritas sebagaimana termaktub dalam
              UU  Desa—yakni  penetapan  kewenangan  berskala  lokal  dan
              pengambilan  keputusan  secara  lokal—seharusnya  dimaknai
              pula hingga mencakup tata pengurusan atas sumber-sumber
              agraria  (SSA)  desa.  Menjadikan  tata  pengurusan  SSA  desa
              sebagai bagian dari kewenangan desa akan membuat desa bisa
              melakukan  banyak  hal  untuk  mengupayakan  peningkatan
              kesejahteraan  warganya.  Sebagai  contoh,  desa  dapat
              menjalankan  land  reform  skala  lokal,  ataupun  mencegah
              konsentrasi SSA desa di tangan segelintir pihak secara lebih
              kontekstual sesuai dengan kondisi setempat. Desa juga akan
              menjadi  pelaku  utama  yang  turut  memberikan  keputusan
              apabila  sebagian  wilayahnya  diincar  oleh  investor  untuk
              dijadikan wilayah konsesi.

                     Apabila dua kebijakan di atas menekankan pendalaman
              atas  demokratisasi  relasi  negara-desa  (melalui  pelimpahan
              kewenangan atas SSA dan tata pengurusannya kepada desa),
              kebijakan ketiga menekankan proses demokratisasi di internal
              desa sendiri. Hal ini sangat penting untuk mencegah otonomi
              desa ini menjadi “pedang bermata dua’’ seperti disinggung di
              atas.  Selain  itu,  juga  penting  untuk  memastikan  berbagai
              manfaat dari otonomi desa (termasuk di bidang agraria) dapat


                                          80
   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149   150