Page 170 - Perspektif Agraria Kritis
P. 170

Bagian IV.  Konflik & Damai Aceh dari Perspektif Agraria



              aktivis ASNLF (Aceh Sumatra National Liberation Front). Yang
              terakhir ini adalah nama resmi GAM dalam versi Inggris yang
              kemudian   dipakai  oleh  organisasi  sempalan  GAM   yang
              menolak   perdamaian  Helsinki  2005.  Selain  membicarakan
              donasi  pembelian  senjata,  entah  kesepakatan  apa  lagi  yang
              mereka buat. Laporan itu juga menyebut kontak Din Minimi
              dengan Tgk. Mukhtar, sosok di balik kasus kamp militer untuk
              pelatihan teroris di Jantho, Aceh Besar.

                     Perlawanan bersenjata kelompok Din Minimi ini pada
              perkembangannya    telah  menarik  banyak  pihak  untuk  turut






              “mengail di air keruh”. Hal ini meningkatkan posisi tawar dan



              makna  simbolik  gerakan  ini,  dan  memungkinkan  kelompok
              ini mendefinisikan ulang tuntutan-tuntutan mereka.
                     Begitulah,  kelompok  ini  mampu    menaikkan   level
              pertaruhan  mereka  saat  menegosiasikan  prosedur  penyerahan
              diri  dengan  Kepala  BIN.  Selain  tuntutan  awal  penuntasan
              program   reintegrasi  dan  pemberdayaan  ekonomi,  mereka
              menuntut  persyaratan  lain  yang  memiliki  bobot  politik  yang
              cukup kental, seperti pemberian amnesti, pengusutan korupsi di
              Aceh   oleh  Komisi   Pemberantasan   Korupsi  (KPK),   dan
              pengerahan  pemantau  independen   pada  pilkada  2017.  Kasus
              Din Minimi tidak lagi sebatas kekecewaan ekonomi!


              PRESEDEN SEJARAH

                     Kasus    Din    Minimi    ini   bukanlah    gerakan
              perlawanan pasca-konflik yang pertama di Aceh. Ia memiliki
              preseden  jauh  lebih  awal,  yakni  pada  gerakan  Sayyid  Ali
              Assegaf. Gerakan ini terjadi  pada  Maret  1948,  tepat  dua
              tahun  seusai  Perang Cumbok  dan  rentetan  pergolakan
              revolusi  sosial  yang menyertainya (Januari-Maret 1946).

               Seperti diketahui, revolusi sosial 1946 di Aceh sukses dalam
                   menumbangkan kekuasaan uleebalang dan menobatkan



                                          105
   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175