Page 216 - Perspektif Agraria Kritis
P. 216
Bagian V. Kiprah NU di Bidang Agraria
ketimpangan (inequality) dan ketidakpastian (insecurity) dalam
penguasaan/pemilikan SSA yang berturut-turut menempati
posisi pertama dan kedua. Akhirnya, persoalan agraria yang
paling sedikit dibahas adalah alokasi ruang dan pendayagunaan
SSA. Persoalan ini baru dibahas untuk pertama kalinya pada
Muktamar 1994 dengan frekuensi yang terus meningkat pada
periode pasca-Orde Baru. (Selanjutnya lihat Gambar 10.1 di
bawah.)
Ketiga, dari sisi metode pembahasan, ijtihad agraria
NU juga mengalami perkembangan. Mula-mula, metode itu
terbatas pada kajian kasuistik (wâqi’iyyah) yang bersifat
individual. Lalu, metode kajian tematik (mawdlû’iyyah) mulai
diterapkan sejak 1994. Terakhir, sejak 2010 kedua metode itu
dilengkapi lagi dengan kajian legal (qânûniyyah). Saat ini, ketiga
metode tersebut selalu diterapkan dalam forum-forum nasional
NU. Dengan penerapan ketiga metode di atas, ijtihad agraria NU
tidak lagi dibahas secara parsial dan kasuistik, melainkan kian
berkembang ke arah yang lebih sistematis.
Keempat, dari segi unit kajian/intervensi, lingkup serta
konteks permasalahan yang menjadi kepedulian kiprah NU
juga mengalami perluasan secara progresif. Pada awalnya, hal
itu terbatas pada unit produksi dan relasi sosio-agraria di aras
lokal (sebelum 1960). Ketika mulai membahas persoalan land
reform, ijtihad agraria mulai mempersoalkan konteks dan
dinamika nasional dan bahkan global (sejak 1960). Di luar ranah
pemikiran keagamaan, keterlibatan NU dalam proses legislasi,
pergulatan politik maupun implementasi program land reform
juga melibatkan perjuangan praksis mulai dari aras lokal hingga
nasional. Semenjak 2010, fokus kepedulian NU juga menjangkau
tataran global dengan merespon berbagai isu, konteks dan
dinamika keagrariaan yang berkembang pada level ini, baik
pada ranah ijtihad keagamaan maupun praksis sosial dan
politik.
151