Page 214 - Perspektif Agraria Kritis
P. 214
Bagian V. Kiprah NU di Bidang Agraria
“MENYATAKAN:
sangat menyesal terhadap tindakan itu [yakni
campur tangan instansi kepolisian dan militer
setempat] karena tidak melalui cara yang wajar,
padahal tanah itu sudah resmi [sebagai Tanah
Objek Landreform] dan keresmiannya itu
dikuatkan oleh surat-surat pernyataan yang
turunannya kami lampirkan bersama surat
pernyataan ini…
II. 1. Memohon dengan hormat lagi sangat
kepada yang berwenang agar persoalan
ini segera mendapat penyelesaian.
2. Untuk mencegah terlantarnya tanah
tersebut akibat pelarangan pengerjaan
oleh penerima redistribusi dari DAN
RAMIL yang tercantum dalam surat
pernyataannya yang turunannya
terlampir, maka dengan ini kami mohon
agar Bapak [Dan Ramil] memberikan
surat pernyataan bahwa tanah tersebut
harus dikerjakan [lagi] oleh penerima
redistribusi.” (Ejaan disesuaikan)
Tidak diketahui bagaimana kesudahan kasus di desa
Sukorejo ini. Keterlibatan militer dalam kasus ini membuat
24
proses penyelesaiannya tidak bisa dilakukan dengan mudah.
Karena itu, kegigihan Pertanu membela perjuangan petani
dalam mempertahankan capaian land reform adalah sebuah
keberanian tersendiri. Apalagi hal itu terjadi dalam situasi
politik “pasca 1965” di mana stigma PKI dapat dengan mudah
dijatuhkan oleh aparat militer tanpa disertai dasar yang kuat.
24 Berdasarkan penelusuran Luthfi (2017: 152), ada banyak kasus
keterlibatan militer dalam akuisisi (kembali) tanah di Banyuwangi
pasca “tragedi nasional 1965”. Selain kasus tanah bekas milik H.
Bahrowi, juga terdapat klaim sepihak Serda Soemadji di Cluring,
tindakan KKO mengakuisisi Tanah Objek Landreform di Baluran,
penguasaan 66,882 hektare bekas perkebunan kopi di Kalibaru oleh
Operasi Karya Kodim 0825, dan lain-lain.
149