Page 209 - Perspektif Agraria Kritis
P. 209
Perspektif Agraria Kritis
20
PERTANU DAN PERJUANGAN AGRARIA DI DAERAH
“Bahasa tindakan lebih tajam daripada bahasa lisan”
(lisânu ‘l-hâl afshahu min lisâni ‘l-maqâl). Agaknya, ungkapan ini
sangat tepat untuk menggambarkan kiprah praksis NU di
bidang agraria. Ternyata, dukungan NU terhadap agenda land
reform tidak tercermin hanya dalam pemikiran keagamaan
dan sikap politik belaka, akan tetapi juga dibuktikan pada
praksis konkret di lapangan.
Di antara bentuk praksis konkret NU ini adalah yang
tercermin pada perjuangan Pertanu (badan otonom NU di
bidang pertanian) dalam mengupayakan pelaksanaan land
reform di daerah-daerah. Sebagaimana ditunjukkan Luthfi
(2017), Pertanu sejak awal menunjukkan konsistensi dalam
memperjuangkan program yang hendak menyejahterakan
kaum tani ini. Sebagai contoh, Pertanu Wilayah Jawa Tengah,
dalam salah satu korespondensi internalnya pada 6 November
1962, pernah mengingatkan salah satu cabangnya berkenaan
dengan kewajiban Pertanu terhadap land reform.
“… betapa terasa semakin majunya situasi pada
akhir-akhir ini, utamanya dalam bidang
pertanian, yang rupanya masalah bagi hasil
merupakan heardlind [sic] dari pada
masyarakat tani, yang kesemuanya itu adalah
merupakan follow up daripada pelaksanaan
Landreform… Pertanu tidak akan tinggal diam
bertopang dagu dan bersikap masa bodoh,
terbukti dengan tidak absennya Pertanu dalam
20 Uraian pada bagian ini didasarkan pada Luthfi (2017). Artikel
Luthfi ini berisi analisis sejarah atas arsip-arsip Pertanu dan TNI di
Banyuwangi selama periode 1964-1966. Arsip-arsip ini diperoleh
dengan tidak sengaja sewaktu sebuah pusat penelitian pedesaan di
PTN Yogyakarta mengosongkan sebagian koleksi perpustakaannya.
Kebijakan membuang arsip-arsip sejarah bernilai tinggi ini adalah
suatu ironi tersendiri karena dilakukan oleh pusat penelitian yang
pernah lama menekuni sejarah petani dan pedesaan.
144