Page 215 - Perspektif Agraria Kritis
P. 215
Perspektif Agraria Kritis
Dalam kaitan ini, kiranya bukan hal yang berlebihan
untuk mengasumsikan bahwa kegigihan Pertanu semacam itu
tidaklah muncul secara tiba-tiba. Dengan besarnya risiko yang
harus ditanggung, lebih masuk akal untuk melihat kegigihan
itu sebagai sesuatu yang berakar pada konsistensi perjuangan
agraria Pertanu yang telah berlangsung lama sebelumnya.
SIGNIFIKANSI DAN TANTANGAN
Paparan di atas telah berusaha mendudukkan secara
proporsional jejak panjang kiprah NU di bidang agraria, baik
pada ranah pemikiran keagamaan maupun ranah perjuangan
hukum, politik dan praksis sosial. Merefleksikan signifikansi
kiprah NU ini, ada empat aspek perkembangan positif yang
dapat diidentifikasi di sini. Tanpa harus menguraikan secara
rinci, keempat aspek itu adalah sebagai berikut.
Pertama, dari sisi topik bahasan, ijtihad agraria NU
terus mengalami perkembangan tema yang cukup signifikan.
Secara umum, tema ijtihad semula terbatas pada isu-isu di
seputar fiqh pertanian dan fiqh zakat (sebelum 1960), lalu
berkembang ke politik agraria (sejak 1960), etika lingkungan
(sejak 1994), dan belakangan juga soal fiqh pangan (2010),
penanaman modal (2012) pengelolaan sumber daya alam dan
penataan ruang (2015), dan masih banyak lagi isu-isu
kontemporer. Dalam membahas berbagai tema ini tercermin
jelas kepedulian NU atas empat persoalan agraria yang telah
dijelaskan dalam bab pertama.
Kedua, dari sisi sebaran menurut waktu, relasi produksi
dan distribusi surplus merupakan persoalan agraria yang paling
banyak diangkat dalam forum nasional NU, terutama selama
1926-1941 (periode kolonial Belanda). Persoalan ini terus
mendominasi hingga 1998, meski dengan frekuensi yang jauh
menurun. Sejak era reformasi (periode 1999-2017), persoalan
agraria yang mendominasi berbagai forum nasional NU adalah
150