Page 228 - Perspektif Agraria Kritis
P. 228
Bagian VI. UUPA Sebagai Kerangka Normatif
Membatasi pembahasan kerangka normatif UUPA pada
pembaruan tata pengurusan agraria semata bukanlah berarti
bahwa signifikansi dari UUPA tidak berlaku pada kebijakan atau
upaya pembaruan lainnya. Justru karena pembatasan ini
difokuskan pada isu tata pengurusan (governance), maka apa
yang berlaku pada isu ini pada dasarnya juga berlaku pada
kebijakan, program atau upaya pembaruan keagrariaan yang
mana pun juga (sebagaimana telah penulis jelaskan pada bab
keempat).
UUPA SEBAGAI PANDUAN UMUM
Apa yang konstitusi telah gariskan mengenai tujuan
dari penguasaan dan pendayagunaan sumber-sumber agraria
merupakan panduan umum bagi pembaruan tata pengurusan
agraria. Ketentuan konstitusi dimaksud adalah Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 beserta penjelasannya
yang lebih terperinci di dalam UUPA, khususnya Pasal 1 ayat
(1) dan Pasal 2 ayat (2) dan (3).
Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, pertama-tama,
menegaskan bahwa SSA beserta segenap kekayaan alam yang
dikandungnya “dikuasai oleh negara”; yakni, tidak lagi dalam
pengertian “dimiliki oleh negara” sebagaimana dinyatakan asas
domein verklaring dalam hukum agraria kolonial. Hal ini
menegaskan bahwa negara “tidak bertindak sebagai pemilik
tanah”. Akan tetapi, negara “sebagai organisasi kekuasaan dari
seluruh rakyat (bangsa) Indonesia bertindak selaku Badan
Penguasa” (Penjelasan Umum UUPA II-2). Pengertian semacam
ini dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA sebagai berikut:
“… bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat”.
163