Page 253 - Perspektif Agraria Kritis
P. 253

Perspektif Agraria Kritis



              orang  dari  kalangan  luas,  atas  problematika-problematika
              sosial  yang  ada  di  masyarakat,  dan  lalu  merasa  tidak  dapat
              menerima  dengan begitu saja oleh akal sehat dan terutama
              oleh pemikiran dan rasa kemanusiaan untuk membiarkannya
              terus  berlangsung  dengan  begitu  saja.  Artinya,  kepastian-
              kepastian  atas  kehidupan  yang  menjanjikan  keadilan  dan
              kesejahteraan  umum,  bahkan  yang  telah  teruji  sekalipun,
              nyatanya  secara  sengaja  maupun  tidak  terus  saja  semakin
              meluruh  kekuatannya  dan  bahkan  melenyap  sehingga
              diperlukan  gagasan-gagasan  atas  jalan-jalan  baru  yang  harus
              dirintis. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang ada seolah sekedar
              menfasilitasi  kepentingan  sepihak  saja  dari  elit  sosial.  Target-
              target  kebijakan  di  lapangan  bias  urban.  Penguasaan  sumber-
              sumber agraria terpusat pada sekelompok kecil kuasa ekonomi
              belaka.  Konflik-konflik  agrarian  hanya  diputus  pada  aspek
              hilir saja tanpa menyentuh akar masalah dihulunya.

                     Ini mengantarkan  kita pada kenyataan mengapa ada
              suatu  pemikiran  lama  yang  bertransformasi  menjadi  klasik
              dan  sebaliknya,  yang  semula  dianggap  klasik  kini  seperti
              dianggap  usang.  Pemikiran-pemikiran  berkelindan  pasang-
              surut,  terkadang  suatu  pemikiran  dianggap  sudah  menjadi
              barang usang sehingga layak dikubur, namun belakangan ia
              digali kembali karena dianggap memiliki relevansinya sebagai
              penjelasan  atas  gejala terkini, sehingga hidup lagi. Misalnya
              tentang  pandangan  penganut  teori  budaya,  dalam  hal  ini
              banyak  diusung  para  antropolog,  namun  belakangan  ia
              mendapatkan  banyak  kritikan  sehubungan  dengan  keyakinan
              (oleh  sebagian  sarjananya)  yang  menyandarkan  analisisnya
              atas gejala kemiskinan di kehidupan masyarakat sebagai sebab
              oleh adanya rintangan mental budaya mereka (si miskin) itu
              sendiri. Ia dikritik karena pandangan kultural ini mengabaikan
              kehadiran faktor struktural sebagai suatu kekuatan imperatif
              lain yang menjadi sebab tersanderanya mereka mengapa tetap





                                          188
   248   249   250   251   252   253   254   255   256   257   258